Sore makin berat, sudah menuju senja, mata saya memperhatikan tanaman liar di atas celah di antara bidang bersemen. Seingat saya ini paku-pakuan, tumbuhan berspora.
Ya, seingat saya. Karena pelajaran biologi hanya saya dapatkan di SMP sampai semester pertama kelas satu SMA sebelum penjurusan, lalu saya memilih IPS. Sebelum penjurusan pula saya mengenal kimia dan fisika namun tak paham dan lupa. Istilah vektor yang saya kenal setelah bekerja adalah di dunia grafis.
Meskipun sudah menuju senja tetap saya potret tumbuhan itu — ya, bukan tanaman karena tak saya tanam. Lalu saya cocokkan ke aplikasi berbasis AI. Benar, itu paku-pakuan atau pakis rem cina (Pteris vittata). Antara lupa dan ingat, dalam taksonomi jika ditarik ke himpunan yang lebih besar akan bersua divisi Pteridophyta. Lalu saya pun teringat Gibran Rakabuming.
Gibran, si cawapres itu, diperolok karena dua kali salah sebut asam folat sebagai asam laktat. Malang nian itu anak. Saya pun dapat salah sebut bahkan lebih jauh tak paham perbedaan kedua asam itu ditambah asam sulfat atau sekalian asam laknat. Saya punya dalih karena saya dari IPS.
Misalnya saya dari IPA? Bisa saja saya salah sebut. Atau lupa. Dalam kasus Gibran, dia sudah minta maaf, dengan terlebih dahulu menanya wartawan apa istilah yang benar. Namun sampai malam ini ejekan di X belum usai.
2 Comments
Mesakke mase itu, jadi bulan-bulanan terooooos.
Kontestasi politik yang panas membuat orang sulit adil terhadap pujaan maupun lawan. Terhadap pujaan mudah memaafkan. Terhadap lawan, luka hampir kering pun ditoreh terus.