Anwar & Firli

Apakah Anwar Usman dan Firli Bahuri adalah produk gagal dalam institusi hasil reformasi? Mereka itu pernah memimpin MK dan KPK.

▒ Lama baca < 1 menit

Produk gagal setelah reformasi: Anwar Usman dan Firli Bahuri

Kasus buram di Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mengundang tanya ada apa dengan negeri ini, karena kedua lembaga itu adalah hasil reformasi? MK dan KPK dicemarkan oleh ketuanya sendiri, bisa mengikis kepercayaan publik.

Persoalan Anwar Usman, bekas ketua MK, bukan pidana melainkan etika. Dia boleh menyangkal putusan hakim yang dia pimpin bukan untuk menguntungkan seseorang.

Kalau niatnya memberikan kesempatan kepada lebih banyak pemimpin untuk berkontes, mestinya itu diberlakukan untuk Pemilu 2029. Bukan ketika proses pendaftaran bakal capres-cawapres di KPU sedang berlangsung dan mendekati tenggat.

Maka khalayak pun bingung, ini soal serba-kebetulan atau serba-pembetulan, mengingat posisi Anwar dalam hubungannya dengan keluarga Jokowi? Bagi kaum yang diuntungkan oleh MK, Anwar adalah pembela kebetulan, bukan pembela kebenaran dan keadilan.

Sedangkan kasus Firli Bahuri, dalam sangkaan pidana rasuah, jika kelak terbukti di pengadilan adalah urusan super-memalukan. Ketua KPK kok korupsi, dengan memeras pula. Untuk orang sekelas Firli, ini bukan semata-mata soal berkilah khilaf.

Jika menyangkut urusan brengsek, di KPK pernah terjadi komisioner Bibit Waluyo dan Chandra Hamzah dikriminalisasi, ditahan polisi, dengan tujuan mempereteli korps kolegial pimpinan di komisi itu. Tetapi itu soal perseteruan politik antarlembaga penegak hukum, KPK versus Polri. Rakyat menjadi saksi, dan berpihak kepada KPK.

Ingat lakon Cicak versus Buaya, artinya KPK versus Polri? Sang pencetus istilah, yakni Kabareskrim Kompol Susno Duadji, akhirnya dibui karena korupsi, sudah bebas.

KPK juga pernah direpoti ketuanya, Antasari Azhar, karena terlibat pembunuhan lelaki lain, Nasrudin Zulkarnain, lantaran urusan cewek. Antasari sudah dihukum dan bebas, namun kontroversi kasusnya masih mengambang tersebab sejumlah kejanggalan. Spekulasi menyebutkan, dia korban kriminalisasi pihak yang berkuasa.

Sedangkan di MK ada kasus memalukan yang lain: pidana suap oleh ketua. Orangnya bernama Akil Mochtar, yang pernah usul agar koruptor dimiskinkan dan satu jari tangannya dipotong. Hingga kini Akil masih diterungku seumur hidup, jarinya masih lengkap.

Di MK ada pula kasus hakim Patrialis Akbar karena menerima suap. Sudah dihukum dan dibebaskan dari penjara.

Para hakim di luar pengadilan agama selalu merujuk Tuhan dengan pernyataan tertulis maupun lisan saat memutus perkara: demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.

Sumpah jabatan mereka pun melibatkan kitab suci. Ini bukan semacam urusan prosedural klausul baku yang tinggal klik “setuju” dalam layanan pelantar digital. Urusan Tuhan dalam jabatan itu menyangkut publik, bukan urusan pribadi nan vertikal.

Tinggalkan Balasan