Rumah kecil dengan dua meteran listrik

Kini sudah lumrah satu rumah besar dengan belasan kamar punya banyak alat pencatat meter dari PLN. Misalnya pondokan. Di rumah petak kontrakan juga ada lebih dari satu meteran, pokoknya sejumlah pintu masuk setiap unit. Semua meteran itu prabayar.

Nah, di sebuah rumah kontrakan kecil yang bagian depannya untuk warung sayur, saya melihat ada dua meteran PLN. Yang pertama meteran lawas, untuk pascabayar, dengan tagihan bulanan. Yang kedua meteran susulan, prabayar pakai token.

Saya menanya tuan rumah apakah kedua meteran itu berfungsi. Dia jawab, “Iya, Pak. Jalan semua. Yang meteran baru itu saya pindahin dari depan, soalnya warung di depan kan kena proyek polder.”

Meteran lama untuk kebutuhan listrik seperti sediakala. Meteran baru untuk kebutuhan warung seperti saat warung di seberang rumah, dari lampu sampai kulkas.

Listrik prabayar terpisah memang bisa menjadi solusi untuk pondokan dan rumah petak. Dulu di banyak rumah indekos bisa sering njeglèg karena beban berlebih. Ada kamar yang punya TV tabung, monitor CRT, bahkan penjerang air. Bahkan ada yang punya hi-fi dengan power amp dan subwoofer. Satu kamar bikin masalah, seisi rumah dapat susah. Untunglah alat boros listrik kian berkurang. Kini mau pasang AC silakan bayar sendiri dengan token.

Sekarang setelah ada mobil listrik, pemilik mobil bisa menambahkan unit pengecas dinding 7.700 VA dengan penyambungan baru (¬ Siaran pers PLN). Belum jelas apakah secara pascabayar ataukah prabayar. Secara acak saya lihat, berita media yang merujuk PLN tak menyinggung soal itu. Bahkan berita dari PLN, tentang setrum tambahan Joshua Suherman, tak membahasnya.