“Makin memburuk, Mas. Tolong dicerahkan. Aku nyerah,” ujar Siti Bluluk tentang suaminya, Hadi Waterpas.
Kamso pun menjenguk. Hadi di atas kursi roda tampak kuyu. Strok, hipertensi, diabetes, dan lainnya telah menumbangkan dirinya, namun belakangan kian parah justru karena pikiran.
“Itu kangmasmu datang, Mas. Buat guyon cengengesan aja kayak biasanya,” kata Siti kepada suaminya.
Obrolan pun seru. Penuh tawa. Gojèg kéré, itu sebutan dari Hadi sejak dulu. Tetapi akhirnya, tak terhindarkan, guyon tergelincir ke politik. Tepatnya: Pilpres 2024. Itu yang mengganggu pikiran Hadi. Dia mencemaskan Indonesia. Banyak contoh dia sodorkan.
“Nggak usah dipikir, Di. Siapa pun yang jadi presiden juga nggak mikirin kita,” kata Kamso.
Hadi menyanggah dan terus mengeluh. Siti di belakang Hadi saat membawa piring sukun goreng mengedipkan mata. Kamso terus menyimak. Lalu Siti bilang, “Tuh Mas, mumpung ada si kangmas, curhat habis aja sekalian.”
Akhirnya Hadi bertanya, “Enaknya aku golput atau milih? Tapi milih siapa?”
“Sesukamu aja, Di.”
“Tapi kalo aku golput, dan banyak yang gitu, bahkan misalnya sampe enam puluh persen, kan masa depan Indonesia ditentukan oleh empat puluh persen yang ke TPS? Njenengan pasti akan bilang, ‘Emang yang empat puluh persen mikirin situ, Di?’.”
Kamso terbahak-bahak. Siti menyusul, lalu berkomentar, “Kita orang kecil, nggak bisa ngendaliin sejarah, tapi bisa atur hati dan pikiran kita demi kewarasan kita. Gitu kan, Mas Kam?”
Kamso menangkupkan telapak tangan di depan dada dan tersenyum. Supaya tampak bijaksini. Padahal masalahnya dia tak dapat menjawab, tepatnya: enggan memperpanjang pembahasan demi kesehatan Hadi.
Suasana agak beku. Akhirnya Hadi bilang,”Mas, minta rokok sebatang aja, buat beberapa isepan.”
“Boleh, buat tamba kangen,” kata Siti.
Kamso menggeleng, dia tak bawa rokok karena sedang tak ingin merokok.
“Enak ya Mas jadi Njenengan, kalo lagi males udud ya prei. Malah pernah sampe setahun lebih kan?”
“Intinya pengendalian diri,” kata Siti menirukan seorang penceramah.
“Tuh para capres nggak bisa kendalikan diri, timnya juga!” Hadi menyergah.
“Mulai lagi deh. Aku pikir udah tutup buku. Mas Kam sih…, nggak bawa rokok,” gerutu Siti.
6 Comments
Sukun goreng. Saya sering beli dari seorang penjual di kampung sebelah. Kadang nunggu karena masih digoreng penjualnya.
Ngomongin sukun goreng saja, karena lebih aman untuk kesehatan tinimbang ngomong copras-capres dan cawapres.
Sukun saya suka. Bahasa Inggris menyebutnya breadfruit, buah roti 😁
Kluwih saya juga suka, disayur santan. Orang Betawi dan Bekasi bilang sayur timbul
Siang ini mau membeli sukun goreng tapi gagal : ibu penjual hari ini enggak nggoreng sukun. Akhirnya beli (masing-masing dua) gatot goreng, tempe gorrng, dan tahu goreng — total Rp 7.000.
Bentar, gatot itu spt jenang atau tiwul ya? Blm googling saya
Bukan. Dari gaplek yang direbus, dibikin bundar gepeng besar, lalu dipotongi bentuk segitiga, dan digoreng. Ukurannya hampir sama dengan sukun goreng.
Ada warna keunguan gitu ya?