Seorang pria usia 55 selalu menggerutu setiap kali lampu interior penumpang mobilnya padam, “Orang-orang itu nerusin gaya mobil lama yang lampunya nggak mati otomatis.” Maksudnya, banyak penumpang, biasanya sepuh, yang segera memadamkan lampu setelah duduk manis di kursi penumpang.
Tetapi anak-anaknya malah toleran. Mereka paham, umumnya mobil sebelum awal 2000-an memang lampu interiornya, di depan maupun tengah, tak otomatis padam. “Eyang kakung dan eyang putri juga langsung matiin lampu begitu mobil kita jalan,” kata salah satu anak.
Namanya juga kebiasaan. Dulu, awal 2000-an, sebuah mobil kantor yang dipakai karyawan bergantian sering padam lampunya. Ada satu dua orang yang tak suka saat buka pintu lalu duduk di belakang setir lampu interiornya menyala, kecuali harus mencari sesuatu dalam gelap. Kebetulan tipe lampunya bukan yang otomatis padam. Sayang, tak semua pengemudi seperti sopir taksi yang langsung menyetel lampu non-otomatis menjadi otomatis hidup setelah penumpang turun, agar penumpang berikutnya begitu membuka pintu langsung menyala lampunya.
Baiklah, itu soal teknologi dan kebiasaan pengguna. Namun saya heran mengapa butuh jarak waktu yang lama sampai semua mobil, termasuk yang termurah, punya lampu interior yang otomatis menyala dan padam setelah pintu dibuka dan ditutup? Saya sih menganggap teknologi macam itu tidak canggih amat.
Dulu waktu saya kecil, yang namanya pemutar kaset generasi awal itu tidak otomatis off. Jika dibiarkan, si alat akan panas. Kemudian muncul pemutar yang auto-off. Dalam teknologi ponsel pun sama, produk generasi awal dulu tak mengenal auto-cut off saat pengecasan sudah penuh.
Untuk tangki air, teknologi saklar otomatis, yang biasa disebut radar padahal itu merek, tidaklah canggih dan sudah lama ada. Cuma menerapkan prinsip pelampung tangki kloset.