Tebakan Kamso terbukti. Usai makan sate ayam dan lontong di saung milik keluarga istrinya yang orang Jawa, Pak Londo Dhidhong pasti menanyakan politik. Sebagai warga Belanda yang pernah lama di Indonesia, dapat berbahasa Jawa pula selain bahasa Indonesia, bekas penasihat sebuah LSM itu berhati-hati dalam berbicara.
“Maaf kalau saya tidak sopan. Tapi Anda boleh tidak jawab,” katanya.
Kamso sebelumnya menolak karena dirinya bukan pengamat politik. Namun Pak Londo bilang, “Jika bersedia berbagi pandangan, saya akan mendengarkan Anda tanpa mendebat.”
Maka inilah ringkasannya, diselingi wedang jahe sereh.
Tentang Jokowi di mata pendukungnya. Prestasi Jokowi mereka akui, tetapi mereka menjadi kesal karena putusan MK untuk meloloskan Gibran.
“Masalahnya bukan usia Gibran, apalagi dia ikut Bowo, tapi keprihatinan karena etika politik terabaikan, dan lunturnya citra seorang pemimpin yang jadi role model,” kata Kamso.
Ihwal implikasi putusan MK, secara hukum sudah berkekuatan tetap. Mereka yang mempersoalkan etika hanya dapat meratap dan uring-uringan sambil menjaga tekanan darah. “Nasi sudah jadi bubur,” kata Kamso.
Perihal elektabilitas Bowo, ada tiga kemungkinan. Pertama: masyarakat memang pemaaf, karena Bowo dulu sudah dipecat, dan para jenderal yang menyidangkan dirinya kini masuk TPN. “Ini kemenangan afirmatif bagi Bowo, seperti dulu ada korban penculikan malah jadi anak buah dia.”
Kedua: “Terjadi amnesia kolektif, apalagi di kalangan yang tidak mengalami represi Orde Baru.”
Ketiga? Posisi Bowo sebagai ketua partai dan sekaligus menterinya Jokowi. Sebagai ketua partai dia tak menutupi niatnya untuk bertanding lagi, sejak lama, suatu hal yang Anies dan Ganjar tidak bisa. Sebagai menteri dia selalu menempel Jokowi, bahkan untuk urusan di pasar yang tak ada hubungannya dengan masalah hankam.
“Selalu dapat coverage gratis. Gaya komunikasi Bowo juga melunak dan tidak hanya memuji-muji Jokowi tapi juga berjanji akan meneruskan program Jokowi,” kata Kamso.
Lalu dia lanjutkan, “Sebenarnya suara Anies dan Imin di atas kertas cuma dua puluh persenan. Sisanya ada di Jokowi dan Bowo, hampir seimbang. Kepentingan Bowo adalah dapat tambahan suara dari pendukung Jokowi. Dengan menarik Gibran, ada peluang untuk menjaring pemilih muda, termasuk dari pemilih pemula.”
Dengan sopan Pak Londo pun manggut-manggut, tersenyum, lalu mengedipkan sebelah mata.
¬ Gambar praolah: Freepik, Kompas
5 Comments
Wah, Paman eh Mase eh Om Kamso sudah layak jadi pengamat politik, nih. Layak kutip media.
Ngécé. Ngajak kerengan.
Waiki.. arep di gowo nengdi
Dibawa ke Ponjong 😁