Ehm, riwayat hidup caleg

Parpol kurang sreg dengan publikasi biodata caleg, padahal publik berhak tahu. Soal perlindungan data pribadi dan risiko diteror?

▒ Lama baca < 1 menit

Parpol kurang suka publikasi daftar riwayat hidup caleg

“Napa ya Mas, parpol males sama publikasi daftar riwayat hidup caleg?” tanya Mbah Suro Waringin. Dia dipanggil Mbah sejak lajang. Usianya lebih muda dari Kamso.

“Kalo pakai daftar, isinya macam-macam riwayat. Bakal merepotkan, Mbah. Riwayat hidup aja, cukup,” jawab Kamso.

“Situ suka njawab aneh. Emang nggak salah sih. Hehehe…”

“Mereka keberatan soal perlindungan data pribadi, takut disalahgunakan to, Mbah?”

“Kabarnya gitu.”

“Gampang. Nggak usah pake nomor KTP, apalagi fotokopi KTP. Alamat rumah, kalo takut diteror, pake alamat kantor partai, soalnya mereka kan ikut pemilu atas nama partai? Infonya kayak di Linkedin aja, Mbah. Info Njenengan di Linkedin juga belum berubah, kan?”

“Ehmmm… Itu versi zaman belum pensiun.”

“Soal surat dari polisi cukup nomor saja, kan di polisi ada arsipnya. Nah kalo soal riwayat pendidikan, nggak perlu fotokopi maupun nomor ijazah. Di SD sampe perguruan tinggi kan ada arsipnya, termasuk sampai lulus apa nggak, bisa dicek. Kalo bohong, malsu ijazah, akan ketahuan.”

“Berarti nunggu ada kasus atau berita, baru kita cek?”

“Lha ya. Tapi kalo soal pendidikan kan keliatan. Buat apa masang gelar S1 dan S2 dobel-dobel tapi kalo nulis jelek banget, ejaan kacau, bahasa Indonesianya buruk banget, apalagi kalo mereka keliatan jarang baca buku. Buat apa pamer gelar akademis, bisa S2 bahkan yang lebih tinggi, kalo memusuhi buku.”

“Apa sarjana harus suka baca to, Mas?”

“Khusus untuk mereka yang suka pamer gelar akademis dobel-dobel untuk segala urusan, Mbah.”

¬ Gambar praolah: Picsart

Tinggalkan Balasan