Tatakan gelas itu sudah tua, setidaknya dua puluh tiga tahun umurnya. Bisa jadi lebih tua lagi karena seingat saya barang itu saya beli sekitar krisis moneter, terdiri atas satu set tatakan piring dan gelas. Saya lupa, satu set itu untuk masing-masing tatakan berisi empat ataukah enam.
Harga saat itu murah, sekitar Rp10.000. Saya membelinya di toko orang keturunan India¹ di Pasar Baru, Jakpus. Toko itu dijaga seorang ibu dan putranya, seorang pemuda necis. Mereka bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Nama tokonya Go-Lo. Isinya beraneka barang, dari pemotong kuku sampai tas cangklong untuk kantong jas yang bisa dimasuki sepasang pantofel.
Nah, tatakan plastik itu masih tersisa satu, untuk gelas, sudah mengelupas lapisan film luarnya yang bergambar tomat — namun ada yang berpendapat itu foto apel. Saya menemukannya di lemari dapur. Lalu sebelum masuk kotak sampah saya foto dulu di meja dapur dengan memanfaatkan lembaran Impraboard.
Lantas ke mana arah cerita saya? Coaster ini adalah serpihan jejak produk murah dari Cina yang membanjiri Indonesia. Saat itu, tahun 1990-an, kian terasa banjir produk murmer dari negeri Shaolin. Hanya saja saat itu belum ada lapak daring. Menemukan barang murmer dan tokonya adalah suatu seni berbelanja.
Keburukan bersua toko murmer adalah tergoda untuk membeli apa saja, padahal belum tentu butuh, hanya ingin. Ada sisi bagusnya sih, stok belanjaan bisa untuk hadiah.
Kini dalam era daring, semua yang kita inginkan, bahkan yang sebelumnya tak kita kenal lalu setelah tahu kita pun merasa butuh, ada dalam ponsel. Urusan selanjutnya adalah melacak pengiriman.
¹) Sebagian orang menyebut toko milik keturunan India sebagai “toko Bombay”. Kebetulan dulu di Jakarta ada organisasi Bombay Merchant Association.
3 Comments
Tergoda membeli apa saja hanya karena pengin, padahal belum tentu butuh — seperti istri saya🙈.
Untung saya bisa sembuh 🤣
Lha ya itu, dia belum sembuh, dan kadang jadi ribut kecil-kecilan.😁