“Mas Kam, saya prihatin, tapi moga-moga babak selanjutnya jelas duduk persoalannya,” kata Eyang Wiguna dari kursi rodanya.
Kamso dan Kamsi yang sedang menjenguk kesehatan Eyang Wiguna Putri hanya mengangguk takzim. Sungkan untuk menanggapi karena mereka datang bukan untuk berdiskusi apalagi soal politik.
Biasanya Eyang Kakung tak banyak bicara. Sejak dulu. Hanya mendengarkan, manggut-manggut, tersenyum, kalaupun tak setuju hanya menanggapi “Oh, gitu ya?” lalu nggleges.
Namun senja tadi Eyang banyak berkata-kata dengan muram. Seputar Pilpres 2024. Tumben. Setelah meneguk wedang jahe sereh, Eyang bilang, “Punya kekuasaan itu banyak godaan. Kita bisa teguh, tetapi orang luar menggerogoti melalui anggota keluarga kita.”
Lalu dia lanjutkan, “Saya nggak munafik. Dulu memulai bisnis dengan nyogok. Lebih efektif melalui istri dan anak pejabat. Kalo si ibu mau arisan, saya yang booking restoran. Mau halalbihalal juga. Anak cowoknya mau motocross saya yang ngongkosin, seolah-olah sponsor. Anak itu nggak pernah menang, cuma mau gaya. Anak cewek bungsu mau pesta ultah sweet seventeen saya sewain disko dari sore sampe jam delapan malem. Ada pejabat yang pesta perak perkawinan, saya yang urus. Bisnis lancar. Jêr basuki mawa béya. No pain no gain.”
Kamso dan Kamsi gagal menahan tawa. “Bapak-bapaknya nggak pernah dapet dong, Yang?” tanya Kamsi.
Eyang mengedipkan mata, lalu bercerita, “Salah satu pejabat ada yang teguh tapi nggak total. Dia lemah iman kalo soal cewek, kebiasaan sejak muda. Yang ini sih gampang urusan servisnya. Mami salon yang urus, dari check in, suite room, escort, sampe check out.”
“Wow!” seru Kamsi.
“Dulu belum ada istilah gratifikasi, Mbak Kam. Tapi pejabat yang nggak doyan uang bisa kecanduan kekuasaan. Keluarganya juga gitu,” ujar Eyang.
¬ Gambar praolah: Unsplash
¬ Arti teks dalam poster: anak berulah, ayah jadi repot, atau bisa juga anak berulah karena ayah kasih perintah
3 Comments
Bapa paring titah alias by design seperti saya bilang tempo hari.
👍🙏💯
Weruh sadurungé pinarak 🤣
😂😂😂