“Saya melaporkan Prof Saldi Isra. Inti pelaporan karena bentuk dissenting opinion-nya tidak sesuai dengan hukum acara, dan tidak menelisik pada pokok perkara,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (¬ CNN Indonesia, 20/10/2023).
Maka lengkaplah komedi Mahkamah Konstitusi di mata awam. Maksud saya mata saya. Silakan para ahli hukum bertengkar demi kebenaran. Misalnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming memanfaatkan celah dari MK ya sumangga karsa. Bahwa partai selain Gerindra dalam koalisi akan kuciwa — mosok ambil anak luar — ya itu bentuk pragmatisme yang bukan urusan saya.
Dari sidang pembacaan putusan yang disiarkan secara daring, saya memperlakukan YouTube di tablet sebagai radio, dan itu pun mendengar sambil lalu, karena saya melakukan hal-hal lain termasuk dari ponsel.
Maka setelah para hakim menyatakan mendengar, mengingat, menimbang, membatin, menerawang, membayangkan dan seterusnya, saya menengok layar tablet: ingin membaca teks putusan.
Saya ingin informaasi lainnya saya baca berupa teks, termasuk di media sosial. Namun ternyata setelah menguar kehebohan akibat putusan, hingga dua hari berikutnya sejumlah orang yang saya kenal tetap bingung akan duduk dan berdiri soal. Saya? Juga.
Bagi saya inilah pentingnya kemauan dan kemampuan media dalam merumuskan masalah disertai perspektif. Termasuk di antaranya adalah merangkumnya. Kalau hanya sepotong demi sepotong karena pacuan breaking news, publik hanya beroleh kepingan informasi. Tak beda dari info sekilas di media sosial.
Tentu tak semua media begitu. Coba lihat Detik X dan BBC Indonesia. Detik X mengemasnya dalam laporan memajalah, mengingatkan saya kepada almarhum Majalah Detik yang dulu saya sukai, disertai infografik. Lihat paragraf pertama dalam Detik X. Bagus, kan?
Sedangkan BBC membuat rangkuman, sayang judulnya berupa pertanyaan. Bagi saya untuk sekelas BBC lebih cocok berjudul, misalnya, “Daftar Kejanggalan dalam Putusan MK tentang Usia Capres”. Kalau mau ringkas, buang kata “daftar”. Kata “tentang” diganti “soal”. Jika perlu kata “dalam” juga dienyahkan.
Tetapi seseorang, yang pernah bekerja di media daring, mengatakan kepada saya, cara seperti Detik X dan BBC dalam mengemas laporan ihwal putusan MK itu, “Cuma nambahin kerjaan, setelah terbit trafiknya belum tentu rame, mana gaji nggak naik pula. Majalah Detik dulu juga gagal di pasar, kan?”
Saya berharap dia salah. Eh, tetapi misalnya benar, ini komedi yang lain lagi. Komedi pahit.
Sampai Pak Anwar Usman • Ketua MK • adik ipar Presiden @jokowi, menjadi saudara kembarnya Clint Eastwood sekalipun, saya tidak akan pernah setuju dengan 'sesat logika dan retak nalar berikut ini :
.
.
"Minimal batas usia memiliki SIM A adalah 17 tahun, namun jika sudah pernah… pic.twitter.com/eZlN8a7Ato— | A K | (@__AnakKolong) October 18, 2023
¬ Gambar praolah: Unsplash, Detik