Dulu orang sering bilang “surat kelakuan baik”. Nama lengkap yang lama, versi Polri, adalah Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB). Kemudian namanya diganti menjadi Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), bisa diurus secara daring.
Juga dulu, setamat SMA, untuk mendaftar ke universitas harus siap dengan SKKB dari polisi. Saat mengurus, saya diwawancarai seorang bintara.
Ada hal yang dia tambahkan, misalnya dari anggota keluarga besar siapakah yang saya takuti, di mana tinggalnya. Saya menyebut nama lengkap pakde saya yang sudah almarhum. Padahal Pakde tak pernah menakut-nakuti saya, demikian pula terhadap putra putrinya.
Beberapa waktu lalu SKCK laku untuk banyak orang yang ingin menjadi calon dalam Pemilu 2024. Lalu kini untuk capres dan cawapres harus ada surat pernyataan dari pengadilan bahwa si bakal calon tersebut belum pernah dipidana lebih dari lima tahun. Begitulah syarat dalam Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023.
Aneh juga, menjelang masa pendaftaran bakal pascapres ada sejumlah tokoh yang baru mengurus dokumen itu untuk melengkapi syarat bacawapres. Tetapi kalau mereka mengurus jauh hari sebelumnya malah akan ditertawakan, apalagi kalau belum ada bacapres versi partai.
Kini, kuota jumlah bacapres tinggal seorang, hingga pos ini saya tulis belum dideklarasikan, tetapi orang yang minta surat ke pengadilan lebih dari satu, untuk wakil bacapres Prabowo Subianto. Urusan bacapres itu memang bisa The Mepet Show, bukan The Muppet Show, karena saling tunggu dan saling intip.
Tentang SKCK dari polisi untuk warga biasa mestinya bukan dokumen publik. Tetapi dalam surat versi SKKB terbitan 1997, dimuat lengkap tanpa sensor data di Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Tautan spesifik sengaja tidak saya sertakan, dan sebagian informasi saya sensor. Surat tersebut untuk mengikuti Penataan P4 120 jam.
Karena saat surat tersebut diunggahkan belum ada UU Perlindungan Data Pribadi? Lalu setelah ada UU bagaimana?