“Mas, jadi kalo MK mengabulkan batas termuda, berarti Gibran bisa jadi bakal cawapres?” tanya Kamsi sambil menggoreng karak.
“Nggak tau, Jeng. Tunggu aja Senin depan,” jawab Kamso.
“Napa nggak ada yang gugat batas usia maksimum, Mas?”
“Nggak tau. Kalo ada berarti mau njegal Bowo.”
“Gimana dong mestinya?”
“Tanya aja ahli hukum tata negara. Misalnya ada nggak celah buat opsi, kalo batas usia terendah diubah, dari 40 tahun jadi 35 tahun, maka itu berlaku setelah Pilpres 2024 tuntas, dan harus ngubah UU Pemilu.”
“Mungkin nggak itu, Mas?”
“Nggak tau. Itu urusan ahli hukum. Tapi kan ada etika, kepatutan.”
“Maksud Mas?”
“Masa gugatan diajukan sebelum ada pendaftaran capres dan cawapres ke KPU, itu namanya untuk kepentingan jangka pendek. Ketua MK yang jadi pakliknya Gibran bisa rugi nama. Bapaknya Gibran juga bisa rugi reputasi. Masa mau rampung jabatan presiden kok kesrimpet urusan anak mbarep, anak ragil, adik ipar.”
“Emang bisa ada kilah nggak melanggar hukum kalo batas usia diturunin. Tapi rakyat akan bilang, ‘Pèk-en kabèh Éndonésah!’.”
¬ Gambar praolah: Unsplash
6 Comments
Menurut saya kok by design ya. Tapi memang sebaiknya nunggu Senin besok.
Tapi saya termasuk yang kecewa jika Jokowi ternyata mendesain begitu. Dahulu saya selalu golput, lalu dua kali pilpres tidak golput, nyoblos Jokowi demi agar Prabowo tidak menang. Masak sekarang Jokowi ndukung Bowo sebagai (bakal) capres.
🙈
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/16/16364111/mk-ubah-syarat-capres-cawapres-gibran-bisa-maju-pilpres-2024
Apakah ini jebakan Batman?
Jokowi harus menjelaskan secara gamblang bahwa dirinya bukan di balik orkestrasi gugatan. Orang lain yang menggugat tapi dia yang kena karena bakal diuntungkan.
Bahwa orang gak percaya penjelasan Jokowi, ini nasib. Bola liarnya seperti buah kelapa berapi yang buat bal-balan.
Bagaimana kalau ternyata tidak kesrimpet tapi by design?
Jika begitu ya mboten prayogi.