Lha matamu…

Apakah guru anak Anda peduli kesehatan mata murid? Kini masalah kian berat karena layar elektronik, bukan cuma kertas.

▒ Lama baca < 1 menit

Apakah guru anak Anda peduli kesehatan mata murid?

Kesan saya, anak sekarang tak malu berkacamata. Sama pede dan nyamannya ketika giginya berkawat. Zaman saya bocah, umumnya anak malu memakai salah satu apalagi kedua alat tambahan untuk mata dan gigi. Kini sudah jamak. Masyarakat sudah terbiasa.

Hari ini, Kamis 12 Oktober, adalah Hari Penglihatan Sedunia. Maka ingatan saya pun melompat mundur ke masa SD dan SMP. Saat SD, guru saya kadang menegakkan penggaris 30 cm di depan wajah anak yang menulis dengan mendekatkan mata ke kertas. Bu Guru dan Pak Guru mengingatkan murid untuk menjaga jarak mata dan kertas.

@gendulbotol
World Sight Day 2023. Sayangi mata Anda. Iklan toko kacamata dalam bahasa Jawa di Radio Swara Koncotani, Godean, Sleman, DIY.

♬ original sound – Antemono Tempilingen

Dulu di SMP masih ada guru yang mengingatkan itu, namun tak perlu menggunakan mistar. Di SMP pula seorang guru kesenian membentak seorang murid yang selalu salah membaca not di papan tulis. Dia, cowok, duduk di belakang.

Saya lupa apakah Bu Guru Doremi itu akhirnya sadar, atau si anak mengadu ke orangtuanya, tetapi saya ingat anak itu akhirnya berkacamata, tebal.

Jagalah kesehatan mata Anda

Suatu kali semasa bocah saya membaca di majalah, jangan membaca sambil tiduran telentang. Alasannya, lampu ada di langit-langit sehingga halaman buku membelakangi cahaya sehingga mata bekerja lebih keras. Selain itu, karena tangan kelelahan memegang buku dalam jarak aman akhirnya tangan turun sehingga buku mendekat ke mata.

Maka saya sejak kelas lima SD bisa menghindari membaca sambil berbaring. Di ranjang, saya membaca dengan selonjoran bersandar atau bersila.

Prinsip 20/20/20 untuk mata saat bekerja

Kalau membaca tengkurap, termasuk melihat layar ponsel dan tablet, sejak dulu saya tidak kuat. Punggung dan leher pegal. Padahal sudah memakai kacamata baca. Tetapi ada bagusnya, saya terbiasa duduk membaca, dengan maupun tanpa meja — dan harus dengan penerangan yang nyaman di mata. Di meja ada lampu baca. Di sofa juga ada, berupa tiang melengkung dengan kap lampu.

Waktu saya kuliah, tempat tidur saya diejek seperti bus malam karena saya memasang empat bohlam kecil 5 Watt di atas sandaran. Lampu ulir E14, bukan E27, itu untuk menerangi bacaan saya dari arah belakang. Harap maklum saat itu belum ada lampu LED dengan baterai lithium.

Di Asia Tenggara, 95 juta orang kehilangan penglihatan

Sekian tahun belakangan, layar ponsel saya setel hitam. Artinya kalau aplikasi dan web mendukung, saya takkan silau. Misalnya untuk WhatsApp, X, dan tentu Jetpack WordPress saat ngeblog.

Jagalah kesehatan mata, gunakan layar hitam untuk ponsel

¬ Foto ilustrasi: Freepik; infografik: PDF IAIB World Sight Day Toolkits

2 Comments

junianto Kamis 12 Oktober 2023 ~ 14.12 Reply

Saat bocah saya malu pakai kacamata karena merasa bikin enggak keren. Akibatnya, saat pertama kali berkacamata (setelah diantar mami saya periksa ke dokter spesialis mata), langsung minus tiga. Kelas satu SMP.

Itu pun terpaksa, setelah duduk di kursi-meja paling depan pun sudah tak mampu baca tulisan di papan tulis.

Pemilik Blog Kamis 12 Oktober 2023 ~ 14.43 Reply

Yah dulu kan masyarakat masih wagu 😇😇

Tinggalkan Balasan