Oh, Palestina

Menyelesaikan masalah Palestina tanpa melibatkan Palestina? Tapi Palestina tak satu suara. Israel dan Saudi malah bermesraan.

▒ Lama baca < 1 menit

“Oom Kam bisa bahasa Ibrani ya, Tan?” tanya Rosa Rusa kepada Kamsi, menunjuk tablet Kamso di atas meja.

Sebelum Kamsi menjawab, Kamso yang nongol menyela, “Itu Maariv, media Israel. Tadi aku juga baca beberapa media aksara Arab, termasuk media Palestina Al Ayyam dan Al Hourriah. Juga Al Quds Al Arabi. Kan ada Google Translate di Chrome? Bener nggaknya terjemahan ke bahasa Indonesia aku nggak tau.”

“Terus apa kepentingan Oom baca media yang harus diterjemahkan? Kan banyak media bahasa Inggris dan Indonesia? Atau ikutin aja medsos.”

“Ya mencoba dapetin perspektif dari banyak pihak soal konflik Israel dan Hamas.”

“Terus jadi ngeh?”

“Nggak. Cuma satu hal yang nyata, korban dari warga biasa, yang bukan aparat keamanan dan bukan anggota milisi di pihak Israel maupun Palestina di Gaza. Ya korban nyawa, cacat, tempat tinggal hancur, sulit air. Banyak ibu kehilangan suami dan anak, atau malah si ibu yang entah tewas atau disandera. Menyedihkan.”

“Emmmmm…. ”

“Israel dan Hamas saling tuding siapa yang jadiin warga sebagai tameng hidup dalam perang.”

“Kapan ya konflik di Palestina tamat, Oom?”

“Makin rumit dan membingungkan. Sementara koeksistensi damai dua negeri, Israel dan Palestina dari asumsi menjadi ilusi. Palestina yang tunggal, satu suara, juga sulit.”

“Lalu negara lain ikutan…”

“Ya masa diem aja, Ros?”

“Ngatasi keruwetan gimana?”

“Sebelum serangan Sabtu kemarin kan ada pendudukan, penjajahan, penindasan sejak dulu. Setiap upaya damai cuma jadi seremoni. Yang terakhir, upaya rujuk Israel dan Arab Saudi cuma jadiin Palestina sebagai kartu, tapi Palestina nggak dilibatin.”

“Kok gitu?”

“Makanya Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bilang kalo entar Israel dan Saudi tanda tangan, konflik tetep terus. Laura Blumenfeld, analis Timur Tengah di Washington, bilang, ‘Ketika Hamas melihat Israel dan Arab Saudi makin mendekati kesepakatan, mereka memutuskan: tak ada kursi di meja jamuan? Racuni saja makanannya.’ Lah, ya ikut makan kan bukan cuma pemimpin?”

“Terus posisi Cina di mana, Mas? Katanya bisa mendamaikan Iran dan Saudi?” Kamsi menyergah.

“Embuh, Jeng. Aku bingung. Jangan-jangan pemain besar cuma mikirin dagang dan cuan, Palestina cuma itu tadi, kartu mainan.”

Tinggalkan Balasan