Terbukti saya memang ketinggalan zaman. Barusan karena salah sentuh tombol geser saya mendapatkan laman ini. Walah baru tahu ada WhatsApp Community. Tampaknya pernah mendengar, atau melihat pemberitahuan, namun saya tak memperhatikan.
Sekarang dengan jumlah grup yang ada saja saya kewalahan. Kalau sejak pagi saya abaikan, malam pukul sekian sudah bertumpuk ratusan. Misalnya menambah grup atau layanan lain takkan cukup waktu saya. Padahal orang perlu membaca, menulis, melamun, dan melakukan banyak hal di luar WhatsApp bahkan bila perlu tak menatap layar ponsel.
Meskipun demikian pesan japri tetap saya perhatikan. Demikian pula panggilan telepon. Kalau grup, waduh terlalu riuh. Namun jika ada pesan dari grup prioritas tentu saya baca. Begitu pun dari grup yang sering senyap.
Keriuhan. Mulai sepuluh tahun silam saya tak aktif di Facebook karena kewalahan, terlalu melewah. Seolah semuanya tumpah.
Di sebuah grup yang ramai, ada aktivisnya, orangnya ya itu-itu saja, ada video bertajuk “Grup Dilarang Sepi”. Isinya mungkin orang menyanyi dan menari. Saya malas mengunduh apalagi membukanya.
Saya heran, sering menjumpai semacam keluhan kenapa sebuah grup sepi. Apakah banyak orang kesepian? Dengan internet, ponsel bisa memberikan banyak hal. Kenapa masih kesepian? Memang sih saya lebih dari sekali mendengar, “Ini WA, bukan internet.” Seperti dahulu kala, “Saya cuma fesbukan di hape, bukan internetan.”
Demi sopan santun, dan terlebih lantaran malas, saya tak mengoreksi ucapan macam itu. Saya bukan juru penerangan, dan lagi pula ucapan macam itu tidak merugikan maupun menguntungkan saya.
Kini coba tengok, berapa lama rerata screentime Anda dalam sehari?
Ada kalanya saya membiarkan ponsel mati sejak pagi. Jarang berhasil. Ada saja urusan yang menuntut penyalaan ponsel. Bahkan timbul masalah karena ponsel mati, atau menyala tetapi saya biarkan tergeletak.
Sulit untuk melemparkan diri ke masa silam sebelum era ponsel namun tanpa risiko, termasuk risiko sosial.
4 Comments
Tentang paragraf dua dari bawah, saya juga pengin bisa lama mematikan ponsel tapi tidak bisa. Karena saya perlukan ponsel terutama untuk terhubung setiap saat dengan istri di kedainya, dan dengan anak-anak (yang sudah menikah) di rumah/tempat kerja mereka).
Memang sulit.
Saya terbebas penuh dari ponsel saat tidur malam. Ponsel mati, ada di luar kamar. Ketika bangun pagi belum tentu langsung saya nyalakan.
Sudah hampir setahun, tepatnya sejak Desember tahun lalu, saya keluar dari banyak grup WA (termasuk grup eks kawan SMP, eks kawan SMA, dan eks kawan kuliah). Sekarang hanya ikut dalam tiga grup (dua grup keluarga dan satu grup kecil isi sembilan orang : wartawan, mantan wartawan, dosen dan eks dosen). Terlalu banyak basa-basi dan atau hal-hal tidak perlu, menurut saya, di banyak grup WA.
saya kagum dengan istri dan anak ragil cowok, yang dari dahulu tidak pernah masuk dalam grup WA apapun….
👍👍👍👍 Ibu dan anak lanang yang hebat 😇