Siang ini panas nian. Saat akan memutuskan bayar pesanan, ada iming-iming tebus murah es krim seharga Rp17. Harga normalnya sih Rp18.000.
Saya tak ambil kesempatan itu karena tiga alasan. Pertama: panas begini saya lebih suka es krim rasa buah yang asam, misalnya jeruk dan mangga, atau nanas. Kedua: ketika es krim tiba bersama pesanan lain pasti sudah lumer akibat perjalanan dibawa sepeda motor. Ketiga: tak tega terhadap si kurir, dia harus membawa juga es mencair padahal dia juga kehausan.
Soal es krim rasa buah memang menyangkut persepsi. Emang ada kandungan bahan dari buah, lalu seberapa banyak? Lebih jelas es jus buah yang dijual Ceu Ice Juice (ejaan lama: Itje Djuitje).
Kalau es krim cokelat bagi saya lebih cocok untuk malam atau sore, pokoknya pas cuaca tidak panas membakar. Saya sekian belas tahun silam malah pernah pukul tiga pagi menghabiskan es krim setengah liter — eh lebih, mungkin yang 700 ml —bersama Kolonel Gembul. Kami membelinya setelah hujan reda di Cirkle K.
Tentang Ice Juice, itu pengisahan oleh teman saya, orang Sunda, likuran tahun silam. Alkisah si Neng cabut dari dunia kerja malam di Mangga Besar, Jakbar, kembali ke jalan terang. Di kampung dia berjualan es jus, memasang tulisan besar pada kotak kaca: Ice Juice.
Tetangganya berkomentar, “Ih, abis dari kota, dia ganti nama Juice.”
3 Comments
Kemarin siang saya menebus eh membeli tiga es krim dengan harga normal, Rp 5 000 (untuk Mas Pael dan kakak sepupunya, Mas Arka) dan Rp 12.000 untuk Mbak Ara (kakak Mas Pael).
Mas Pael (akan berusia dua tahun pada 18 November 2023 mendatang) senang saat diberi es krim. “Enjim, enjim,” katanya, lalu tertawa.
Kalo Mbak Ara usia berapa? Pasti beda bahasanya ya 💐😇
Lik Jun kok gak minum eh makan “ès grém”?
Mbak Ara kelas dua SD. Mas Arka kelas tiga SD.
Iya saya sudah lama nggak makan es grim. Takut pilek.😁