Pada sisi samping pertigaan dekat Pasar Kecapi, Jatiwarna, Kobek, ada toko parfum isi ulang dengan dua pintu menghadap ke jalan utama dan gang. Jalan di sana ramai. Sering macet.
Jika sepeda motor dan mobil berhenti di mulut gang, pejalan kaki pun terhalang. Ada solusi sih, namun mengabaikan adab: masuk ke toko dalam arah diagonal, sehingga dari jalan utama ke gang tak ada hambatan.
Saya tak melakukannya. Ruang dalam toko bukanlah jalan umum. Keterlaluan jika saya melintas di sana.
Dengan malu saya akui, dulu banget saya pernah melakukannya, memintas sebuah kios es di Jalan Malioboro (oh, mungkin Jalan Ahmad Yani), Yogyakarta, hampir empat puluh tahun silam, yang sisi sampingnya adalah gang. Pemilik kedai memarahi saya. Dan saya pun minta maaf. Saya yang bersalah.
Menyalahkan pemilik toko kenapa punya dua pintu pada tembok berposisi L di tempat ramai bukanlah laku bijak. Kalau saya jadi pemilik toko tentu juga tak rela.
Misalnya pun toko itu menyewa dari kakek saya, pemilik usaha berhak menegur saya, “Énak waé! Dalané mbahmu, po?” Artinya: enak aja, emang jalan milik kakekmu?
3 Comments
Yang bikin saya heran, pintu belakang Toko Informa di sebuah mal di Solo bisa dan boleh dipakai lewat sebagai jalan masuk pengunjung mal yang datang dari arah selatan/belakang. Pintu belakang Informa itu bukan pintu besi tapi pintu kaca (pun sebelah-sebelahnya), tak beda jika kita melihat dan masuk dari depan toko.
Mungkin ada perjanjian dgn pemilik mal. Di sebuah mal di Jakarta ada yang dari parkiran orang bisa masuk dari sisi belakang Toy City, boleh cuma lewat.
Iya, sama, itu juga masuknya dari parkiran belakang.