Mulanya saya mengira ganjal jari-jari roda gerobak mi ayam ini hanya kayu biasa bekas apalah. Tetapi setelah saya amati dan melihat kentongan pada gerobak, saya langsung menyimpulkan kayu itu adalah pemukul.
Ketika saya tanyakan, Pak Cakra mengiakan. “Biar gampang, Pak,” katanya. Di sini saya sebut dia Pak Cakra sesuai stiker di gerobaknya.
Artinya dia tak perlu berbekal tongkat pendek pengganjal roda belakang. Begitu gerobak berhenti untuk melayani pembeli, pemukul itu tinggal dia selipkan ke roda, sehingga gerobaknya tak bergeser. Sungguh rem parkir nan pakem.
Baiklah, soal rem parkir selesai karena sudah jelas. Tadi saat memotret saya baru sadar bahwa gerobak makanan keliling itu beragam desain. Ada yang menambahkan sebuah roda kecil merangkap kaki, dan ada yang menambahkan tiang tanpa roda. Jumlah tiang pun beragam. Silakan lihat gambar.
Manakah dari semua gerobak itu yang paling nyaman untuk berjualan? Saya tak tahu. Penjual lebih paham alasan memakai setiap model.
Saya berpengandaian, gerobak untuk berkeliling dan mangkal tentunya berbeda. Padahal berangkat dan pulang sama-sama didorong atau kadang dihela.
5 Comments
Cakra : cah Karanganyar rantau. Kalau ketemu lagi orang itu, tanya dong, Paman, dia cah Karanganyar mana? Kalau Karanganyarnya Klodran, di Colomadu, nah itu satu desa dengan kantor saya eh eks kanyor saya.
Nanti saya tanyakan. Jangan-jangan Matesih.
Waduh kalau Matesih jauh dari Klodran, hampir 40 km, padahal sesama Karanganyar. Malah lebih dekat dari rumah saya, padahal rumah saya Solo, sekitar 30 km.
Oh mungkin orang Karangpandam 😁
😁