Saat menantikan makanan yang kami pesan, mata saya terantuk kalender terbalik di ujung meja. Ada sembilan tanda tangan di situ. Mungkin itu latihan. Atau entah. Penulisnya bisa saja lebih dari seorang.
Maka saya pun teringat tanda tangan saya. Makin ke sini makin tak jelas. Ada dua penyebabnya. Pertama: tidak setiap hari saya menulis dengan tangan karena ponsel telah mengambil banyak kebiasaan dan kebisaan saya.
Kedua: sudah jarang menulis dengan tangan masih jarang menandatangani dokumen pula. Tanda tangan terakhir saya pada buku sudah berbeda dari yang dulu dan lebih dulu.
Mungkin Anda pun demikian. Tanda tangan Anda hari ini tak seperti dua puluh tahun silam. Tentu dengan catatan tanda tangan Anda tak berubah gaya.
Tanda tangan saya saat SD, SMP, SMA, dan kuliah berlainan langgam. Saat kuliah berganti sekali, yang versi terakhir bertahan hingga kini. Mungkin Anda juga begitu.
Selama SMA hingga awal kuliah tanda tangan saya menurun, bukan menyamping. Saya meniru tanda tangan Ayip Bakar, kolumnis dari Jatiwangi, Majalengka, Jabar. Tanda tangan Pak Ayip dalam kartu Natal untuk Bapak membuat saya terkesan.
Ahli grafologi dapat membuat tafsir tentang gaya tulisan dan tanda tangan seseorang. Nah, sekarang coba Anda lihat tanda tangan tujuh presiden Indonesia. Manakah yang paling mengesankan Anda?
4 Comments
Suatu ketika saya ke BCA lalu diminta menandatangani sebuah berkas yang sudah disiapkan mbak CS bank tersebut. Saya teken. Habis itu mbak CS bikin berkas baru, dan minta saya tanda tangan lagi, karena tanda tangan saya di berkas pertama kurang sesuai dengan contoh tanda tangan yang disimpan pihak bank. 😁
Saya juga pernah mengalami 🤣
Perlukah kita bersulang ciu Bekonang?
Nggak ah. Bikin kliyengan. Saya ndak tahan wedang kendel. 🙈