Akan stop melanggani telepon kabel

Dulu pesawat telepon di lingkungan yang rukun punya fungsi sosial: menerima telepon penting kadang genting untuk tetangga.

▒ Lama baca 2 menit

Nasib telepon kabel

Seseorang yang baik hati, tidak congkak, bukan termasuk loba sekaligus kikir, penuh kasih sayang, dan suka damai, mengatakan kepada saya akan berhenti melanggani telepon kabel di rumahnya. Leased line tak pernah dipakai, tetapi saban bulan dia membayar abonemen Rp34.000.

Saya tak tahu apakah Anda yang tak membuka usaha di rumah masih mempertahankan telepon kabel.

Modem dari Telkom

Saya juga tak tahu apakah perumahan yang dijual sekarang masih membonuskan telepon langsung kring. Bukan hanya instalasi termasuk pesawat teleponnya sudah terpasang, tetapi sambungan sudah aktif.

Saya terakhir kali menggunakan telepon kabel pada 2019, di kantor, berupa sambungan ekstensi di meja, untuk menelepon keluar memakai sandi. Menelepon keluar, termasuk ke nomor ponsel, jarang saya lakukan. Belum tentu sebulan sekali.

Saya melakukannya untuk urusan yang dilayani mesin, harus memencet tombol, dari “tekan satu untuk sambat”, “tekan sembilan untuk menunggu lagi hingga besok”, sampai “masukkan enam belas digit nomor sial Anda…”

Jika memakai ponsel, urusan macam itu merepotkan kecuali saya mengaktifkan sepiker atau memasang pelantam.

Telepon kabel. Ada masa ketika untuk mendapatkan layanan itu sulit sekali. Saya pernah mengalami, sehingga akrab dengan telepon umum kartu dan wartel, maklumlah belum zaman ponsel.

Pada masa jaringan telepon terbatas, pesawat telepon di lingkungan yang rukun punya fungsi sosial: menerima telepon penting kadang genting untuk tetangga.

Ada hal yang konyol namun belum saya temukan arsipnya. Sekitar 1996 Telkom mengubah diskon tarif interlokal menjadi lebih dini. Alasan BUMN itu di DPR, jam diskon mengganggu komunikasi bisnis Indonesia dengan luar negeri karena perbedaan zona waktu.

Oh, saya waktu itu teringat kuis Jari-Jari Pepeng di RCTI yang membikin sebagian saluran di Kebonjeruk padat.

Jam diskon interlokal yang berubah memaksa ibu saya menelpon dari Yogya atau Salatiga selalu pagi sekali, saat saya masih tidur atau… saat saya dan istri bangun awal dan akan berangkat kerja pagi sekali.

Infografik nostalgia telepon kabel

Jumlah sambungan telepon kabel kini lebih sedikit daripada telepon tanpa kabel. Sila tengok data BPS yang merujuk Kemkominfo.

Tentang telepon kabel dan telepon seluler, butuh waktu lama bagi anak-anak untuk meyakinkan ibu saya agar menggunakan ponsel. Ibu takut kalau salah mengoperasikan. Saya sampai memberikan dorongan: kalau salah pencet tidak akan meledak. Ibu tetap bergeming. Sebetulnya aneh, karena Ibu sekian tahun terbiasa menggunakan cordless phone.

Akhirnya sekitar 2002 saya belikan ponsel dan Ibu ternyata bisa. Lebih mudah daripada cordless phone. Lalu Ibu lancar ber-SMS, dan kini dalam usia 90 setiap hari ber-WhatsApp.

Lantas telepon kabel di rumah saya? Sudah lama saya berhenti berlangganan.

Nostalgia telepon kabel dalam papir sigaret
PAPIR | Telepon sebagai simbol kemajuan, untuk merek kertas sigaret tingwé (¬ Mataram Radio)

3 Comments

junianto Senin 24 Juli 2023 ~ 21.55 Reply

Masih ada telepon kabel di warung makan istri saya. Tidak pernah dipakai menelepon keluar, abonemen Rp 45.000/bulan. Dipakai hanya untuk menerima panggilan telepon dari konsumen, atau panggilan telepon dari saya/istri pas kami di rumah. Tak banyak konsumen yang menghubungi, karena mereka biasanya menghubungi kedai via chat/panggilan WA.

Tentang diskon biaya interlokal zaman dahulu kala, saya sering memanfaatkan. Kala itu saya bekerja di Jakarta, tinggal di mes, keluarga di Solo. Hampir tiap pagi banget saya ke wartel dekat mes untuk menelepon istri. Agar irit, saya biasa ke warnet sebelum pukul enam pagi. Untung ada satu warnet dekat mes yang pukul lima pagi sudah buka.

Pemilik Blog Rabu 26 Juli 2023 ~ 00.03 Reply

Begitulah kemajuan telekomunikasi. Sekarang dengan WA, yang pakai VoIP, obrolan lbh murah bahkan dengan video.

Tentang telepon kabel di kedai, berarti asumsi saya dlm posting tepat: untuk rumah tangga, bukan usaha.

Tinggalkan Balasan