Saya sudah memperkirakan, pekan ini korek USB saya tamat karena dua kali mengecas terakhir kemampuan membaranya merosot. Artinya hari ini dia segera jadi sampah. Untuk barang elektronik besar, lebih dari ukuran kepalan tangan, mudah membuangnya: dibungkus plastik, taruh di atas bak sampah. Pemulung akan mengambilnya.
Begitulah, korek bertenaga baterai ini adalah buah dari belanja impulsif dengan mantra mumpung murah, nanti pasti berguna. Saya tak memikirkan bagaimana setelah jadi sampah.
Alasan saya membeli, beberapa tahun lalu, adalah untuk macis bekal ketika terbang. Nyatanya ketika saya terakhir terbang dua kali saya tak membawanya karena sedang dalam hari-hari tidak ingin udut. Yang kedua juga tak saya bawa karena rokok dan koreknya akan saya beli di tempat tujuan misalnya terbit keinginan mengasap.
Maka selama sekian tahun penyala bara ini menganggur sampai saya temukan beberapa bulan lalu di laci, lalu saya fungsikan.
Coba Anda ingat barang kecil elektronik apa saja, selain baterai dan lampu klip sepeda, yang begitu tamat riwayat akan Anda masukkan ke kotak sampah tanpa berpikir panjang?
Menurut laporan Kompas.id kemarin (Kamis, 13/7/2023), saban hari 75 ton sampah elektronik dibuang di Jakarta. Berita bagusnya, Pemprov DKI mulai bekerja sama dengan perusahaan pengelolaan sampah elektronik dan petugas DLH DKI bersedia menjemput sampah elektronik ke rumah warga.
Tahun lalu saat menulis soal sampah baterai yang akan saya buang, saya berharap di IKN soal sampah elektronik sudah disiapkan sejak awal.
¬ Bukan posting berbayar maupun titipan
2 Comments
Buang ke tempat sampah, dong, Paman.😁
Baiklah 😁👍