Saya heran, angkot di Bogor, Jabar, ini memasang roof box atau kotak bagasi atap. Misalnya ada penumpang menaruh barang di situ, atau malah si sopir yang menaruh, bukannya untuk membuka dan menurunkan barang butuh waktu, tidak secepat penumpang naik dan turun di leter S coret?
Kotak itu cuma buat gegayaan? Lah apanya yang bikin gaya? Lebih penting memasang rangka buat bracket roda cadangan di belakang seperti konde pada jip karena lebih fungsional.
Kalau menaruh ban dalam kabin, ditidurkan maupun diberdirikan, bakal merepotkan penumpang. Anehnya para sopir tak merasa bersalah dengan memasukkan ban ke ruang penumpang. Ditegur malah marah, menyuruh penumpang pindah ke taksi. Cara berpikir sopir angkot memang aneh.
Kembali ke bagasi atap, yang kadang disebut Thule — padahal itu merek produk Swedia, dan ada pula yang menyebutnya Tholé, di luar itu ada sejumlah jenama — kalau niatnya bergaya mestinya ditempeli stiker pada roof rack dan bagasi. Konon stiker dan label bisa menumbuhkan kebanggaan.
4 Comments
Harus ditanyakan langsung ke bapak sopir yang bersangkutan, Mas. Apa tujuannya pakai kotak bagasi atap. Ehehe.
Twist-nya: biar ada orang yang motoin lalu dibahas (dijadikan content), bisa di social media, atau di blog (seperti yang dilakukan Mas Antyo saat ini 😅)
Yang pertama itu memang perlu tabayun.
Kalo yang kedua saya menduga si juragan angkot gak peduli. Mungkin saja gudang atau garasi di rumah sdh sesak.
Thule ini memang barang mahal (menurut saya).. kalo di sini, Thule juga punya aksesoris kereta untuk anak yang dikaitkan ke sepeda, kereta dorong anak, dan tentu saja tas dan keranjang sepeda..
Di mana-mana Thule ori mahal. Yang masuk Indonesia duluan setahu saya ya kotak bagasi atap itu. Baru kemudian ransel dsb.
Bagusnya, di Indonesia ada penyewaan bagasi atap. Bukan selalu Thule sih.
Soal bagasi atap ini kalo penempatan titik tumpu dan pembagian beban gak bijak bisa mengganggu keseimbangan laju mobil pas menikung, angin kencang pula