Meja bolong itu nyeni, jin bolong juga, tapi tergantung selera

Meja kasar berlubang bisa nyeni karena difoto. Di rumah sendiri kita mungkin ogah meja macam itu.

▒ Lama baca < 1 menit

Meja bolong itu nyeni, jin bolong juga, tapi tergantung selera

Tinggal gerimis, tadi sempat deras, tetapi mentari bersinar lagi sore tadi. Orang Jawa bilang udan kêthèk alias hujan kera. Saya kadung berpindah tempat, mengelakkan diri dari tempias di bawah meja berpayung. Meja kedua ternyata bolong. Mungkin bekas mata kayu yang tercungkil. Papan meja juga tergores pisau. Lalu?

Saya merasa ini nyeni. Terutama ketika menjadi foto. Soal hasil ya belum tentu nyeni bagi Anda. Dunia nyata yang kita lihat dan rasakan belum tentu seindah foto, demikian pula sebaliknya.

Meja kayu kasar tanpa vernis, bolong pula, hanya indah jika sesuai pelingkup: desain ruang dan perabot lain. Lebih dari itu tentu soal selera. Setiap orang beda cita rasa.

Apakah selera itu sepenuhnya personal ataukah dipengaruhi nilai kolektif yang kadang berupa mode?

Dulu ada masa kardigan bagi pria seperti baju hangat kakek. Lalu menjadi lumrah, terutama yang tipis, bahkan sempat menjadi mode, dipakai di kantor untuk melawan dingin AC. Bagi sebagian orang pria, kardigan lebih rapi ketimbang hoodie yang tudungnya di kota panas belum tentu dipakai.

Pada 1970-an kuat arus gaya bahwa rambut pria itu belah tengah padahal kadang posisi pusar rambut, atau unyeng-unyeng, belum tentu di tengah. Chrisye dalam biografinya mengakui mengubah belah rambut karena tak tahan diledek teman-temannya. Sebelumnya dia berbelah pinggir. Di Jateng dan Jatim, gondrong belah pinggir dulu disebut gondes: gondrong ndesa.

Pun dahulu kala, kemeja batik lengan pendek dan jin, bukan pantalon halus, hanya dipakai anak-anak SMA Katolik sebagai seragam. Kini sudah biasa.

Jin belel bahkan sobek? Sejak dulu dianggap nyeni, mbois, bahkan pada abad ini ada pria dewasa menjelang usia 60 yang diam-diam, suatu malam, bekerja di meja istrinya, seorang penjahit kebaya langganan sebuah keluarga konglomerat: menyobek sedikit jin dan menjumbaikan benang pada bibir bolongan. Supaya mbois. Tetapi tak semua jinnya dia perlakukan demikian. Sejak SMA hingga menjadi kakek dia hanya mengenal Levi’s 501, termasuk yang celana pendek. Di luar itu bukan jin.

Saya tak akan melubangi jin. Membeli jin sobek juga tak sudi. Dulu saya heran ketika bursa jin Cihampelas sedang meraja: ada beberapa tukang pemendek jin dengan servis ekstra membikin cacat celana. Dengan gunting dan sikat kawat, jin belel baru menjadi celana rusak nan mbois.

3 Comments

junianto Jumat 30 Juni 2023 ~ 19.21 Reply

Saya juga tak sudi membeli, dan memakai, jin sobek. Nggak mbois, biar saja.😁

Jika ada jin saya sobek, asal masih layak pakai, segera saya bawa ke tukang jahit biasa (bukan “bengkel jin”). Saat ini ada satu jin belel saya yang tambalan.

Tinggalkan Balasan