Tak puas dengan jawaban Kamso via WhatsApp, Tini Martini akhirnya mengulangi pertanyaan via telepon. Tini yang dikenal sebagai aktivis WA itu penasaran, kenapa sejumlah grup yang dia ikuti, bahkan ada yang dirinya menjadi admin, akhirnya sepi. Ada grup yang keterisian pesannya sampai tiga bulan sekali.
“Ih sebel deh, Mas Kam aku tanya via WA napa grup jadi sepi, jawabannya sok filosofis, di dunia ini nggak ada yang abadi,” Tini mengawali percakapan dengan protes.
“Lah emang iya kan, Tin?” sahut Kamso.
“Yang jelas dong, jangan suka abstrak.”
Lantas Kamso seperti penceramah. Dia bilang, minat dan setiap orang berbeda, “Tingkat kebosanan juga, Tin.”
“Ada tuh grup yang isinya mantan orang sekantor, kebentuk setelah PHK massal, awalnya meriah. Tapi setelah pesangon menipis, grup jadi sepi. Isinya cuma kabar ada yang sakit, ortu atau mertua meninggal, eh malah ada anggota yang meninggal kena Covid.”
“Terus apa masalahnya?”
“Dulu grup kebentuk karena perasaan senasib, tapi nyatanya akhirnya masing-masing berlagak sibuk dengan dunianya!”
“Terus?”
“Di grup lain meskipun bukan grup sejawat kayaknya pada bosen. Di grup alumni temen SMP, SMA dan angkatan kuliah juga sama. Dikasih humor nggak ada yang nanggepin. Aku sengaja pamer kuliner sama healing, eh dicuekin, Mas.”
“Kayaknya yang bermasalah bukan grup tapi kamu Tin.”
“Enak aja! Sembarangan!”
“Buat mereka, hidup tanpa grup WA bukan masalah. Yang penting via japri masih mau. Tapi buat kamu…”
“Ya, aku ngerti, Mas Kam mau ngeledek aku kan? Aku emang ceriwis, suka komunikasi, suka pamer, suka becanda, suka ngenyΓ¨k buat humor, tapi itu berarti aku normal kan? Kita kan makhluk sosial?”
“Ya. Kita makhluk sosial. Masalahnya di grup yang akhirnya senyap itu kalau karena mayoritas orangnya antisosial, kan berarti kamu yang minoritas, dianggap nyimpang.”
“Lah aku di grup-grup itu founder dan admin, Mas. Kenapa dulu mereka nggak left sejak awal?”
“Karena mereka right.”
Β¬ Gambar praolah: benzoix Freepik
7 Comments
Bagi saya hidup tanpa BANYAK grup WA bukan masalah. Saya keluar dari banyak/lebih dari lima grup WA — termasuk grup alumni SMP, SMA dan kampus — sekitar enam bulan lalu (sejak awal Desember 2022) karena anak saya kala itu positif Covid, dan saya fokus ngurusi anak, ogah terganggu notifikasi pesan-pesan di grup WA. Ternyata lebih tenang tanpa ada dalam banyak grup WA sehingga keluarnya keterusan.π
Tapi saya tidak antigrup WA. Saya masih berada dalam tiga grup WA, termasuk grup keluarga.
Intinya:
1. Selektif
2. Tidak sungkan untuk left
π
Kuncinya dua, simpel, tapi kok tidak disampaikan Om Kamso ke Tini Martini? Malah jadi seperti penceramah. π
Lha kan dalam tulisan sudah disebut, Oom Kam jadi seperti penceramah di paragraf kelima? Jadi penceramah itu jangan terlalu singkat tapi jangan kelewat ngelantur. π€
Lha kalimat seperti penceramah dalam komentar di atas itu memang mengutip dari paragraf kelima.π¬
ππ€π