Bukan barang baru sih. Sudah lama hadir sebelum ada lokapasar di ponsel. Tetapi saya pernah jadi korban, dulu banget. Saat melihat iklan barang itu saya pun geli campur kesal. Untunglah bukan saat makan.
Begitulah. Selalu ada peluang, dan alat, untuk ngerjain orang sebelum istilah ngeprank dikenal. Saya pun, sudah lama banget, pernah membeli permen karet berisi kecoak kecil cokelat yang menjepit jari si penerima permen. Untuk mengegetkan orang rumah. Kini ada versi lain berupa tikus.
Apa yang lucu dan apa yang menjijikkan itu bagi setiap orang itu berbeda. Kecoak memang nggilani tapi bagi saya tak semenjijikkan replika feses. Bagi mahasiswa kedokteran dan murid sekolah perawat, replika itu mungkin bukan horor.
Ular mainan dari karet bagi saya tetap mengejutkan padahal pernah tahu. Tetapi bagi orang lain mungkin tak mengguncang jiwa. Begitu pula balon belatung dan lalat.
Ada juga barang lain yang bisa mengguncang kewarasan, terutama bagi perempuan, karena kaget sekaligus jijik, yaitu tiruan penis — ada yang model banting langsung tegak, ada yang terjulur dari kaleng. Ngeprank pakai barang ginian bisa kena delik pelecehan seksual.
Tentu tergantung konteks dalam arti situasi dan kondisi plus toleransi serta pandangan dan jangkauan juga sih. Di antara teman dekat, saat beberapa orang sahabat berlainan kelamin, ngobrol santai, penis tiruan bisa jadi hanya membuahkan tawa sekaligus umpatan yang tipis amarah.
3 Comments
Situasi dan kondisi plus toleransi, kalau disingkat jadi apa, Paman?
Sisisi
😂