Menggergaji gembok karena tidak bisa menyamai Kak Seto

Bersyukurlah orang yang tetap bugar dan lentur di usia tua agar dapat menukang. Celakanya saya tidak.

▒ Lama baca < 1 menit

Menggergaji gembok karena tidak bisa menyamai Kak Seto

Kemarin saya merasa melakukan pekerjaan aneh. Pertama: menggergaji gembok malam hari. Kedua: sambil berdiri bukan di tangga, saya menggergaji tanpa mengamati proses. Ada penjelasan untuk dua hal itu.

Soal pertama, malam hari, karena sejak sore urusan menyodok radar toren dengan galah tak berhasil. Kenapa pakai galah, karena saya tidak bisa mengakses toren. Kenapa tidak bisa karena saya bukan Kak Seto Mulyadi. Nanti saya jelaskan.

Soal kedua, tak mengamati gergaji kecil memotong gembok karena saya tidak melakukannya dengan mendongak. Memang saya pakai headlamp, dan meskipun saya mamakai kacamata progresif, serbuk besi gergajian bisa mengenai mata. Melelahkan tetapi yang penting berhasil.

Lalu hubungannya dengan Kak Seto? Sebenarnya kalau saya bisa parkour, apalagi misalnya saat muda ikut panjat tebing, saya bisa mengakses toren tanpa tangga, tanpa membuka pintu kerangkeng teras jemuran.

Kak Seto, kini 71 tahun, rambut masih subur, beberapa tahun lalu sebagai lansia bisa naik ke atap, bergelantungan, mengangkat badan. Saya tidak bisa. Dua tukang langganan saya juga bisa, apalagi yang bertubuh kecil, padahal bukan cliff hanger. Mereka menyusup dari celah rute kucing, menaikkan badan tanpa tangga.

Menggergaji gembok karena tidak bisa menyamai Kak Seto

Lalu kenapa akhirnya tukang saya libatkan? Tadi malam setelah bisa membuka pintu kerangkeng istri saya melarang saya naik. Sudah pukul setengah sepuluh malam. Air habis biar. Semoga esok hari tukang sudah balik dari mudik.

Selama seminggu saya harus naik ke tonjolan tembok, tanpa tangga, menyodok cangkir enamel penutup automatic switch(¬ lihat arsip), sering kali malam hari setiap kali air toren habis, karena semua tukang mudik.

Menggergaji gembok karena tidak bisa menyamai Kak Seto

Hari ini masalah teratasi. Tadi tukang menambahkan pemberat, pakai botol Aqua kecil. Sebetulnya kemarin malam saya akan memintas kabel. Yang menjadi masalah, untuk menggapai kabel harus menerobos kerangkeng.

Kenapa saya dahulu memasang kerangkeng? Usul pemborong, demi keamanan, karena dari atap tetangga yang saat itu bisa didaki dari pagar depan dengan merangkak, lantai atas saya dapat diakses. Padahal saya tak suka terali. Orang di rumah sendri kok seperti dalam bui.

Lalu? Kunci gembok kerangkeng itu hilang sejak belasan tahun silam.

Mbulet. Demikianlah kisah Mbok Srigembok Mbok Srikaté.

Menggergaji gembok karena tidak bisa menyamai Kak Seto

Tinggalkan Balasan