Dengarlah alasan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menghapus tes baca tulis hitung (calistung) bagi anak untuk masuk SD: “Selama ini kita suka bangga anak Indonesia bisa jago membaca, tetapi sekadar membunyikan huruf.”
Lalu, “Tetapi aneh, giliran di kelas 3-4 SD jadi ketinggalan tingkat literasi. Hal ini karena pendidikan di PAUD dan kelas awal SD terburu-buru mengajar kompetensi dalam arti yang sempit.” (¬ Kompas.id)
Taman kanak-kanak adalah bagian akhir dari pendidikan usia usia dini sampai umur enam tahun. TK bukanlah sekolah, seperti kata nyanyian ceria bocah: tempat bermain, berteman banyak, itulah taman kami, taman kanak-kanak… .
Sedangkan bagi Crayon Shin Chan: seluruh kota, merupakan tempat bermain yang asyik, oh senangnya, aku senang sekali….
Saya teringat kepala TK anak-anak saya, namanya Ibu Mundi. Saat mengumpulkan orangtua murid, beliau berkata, “Kalau bapak dan ibu ingin putra dan putrinya dapat membaca dan menulis serta berhitung, silakan mencari TK lain. Mengajarkan calistung itu bagiannya guru SD.”
Beliau juga mengatakan, di TK anak belajar bergaul, bekerja sama, mengenal jarum pentul dengan risiko jari tertusuk, bermain ayunan dan perosotan dengan risiko terjatuh. “Kami para guru mengawasi dan siap menolong,” beliau menjamin.
Saya beruntung, TK saya dulu begitu. Memang sih untuk masuk TK saya tidak dites menyentuhkan ujung tangan ke telinga dengan melewati kepala.