Heran saya, ada saja media yang menyebut status gadis remaja 15 tahun β dia pacar dari seorang cowok penganiaya cowok lain β sebagai anak angkat. Bahkan sebutan itu ada dalam judul. Sedangkan dalam tubuh berita, ada media yang menyebut anak tiri.
Pertanyaan saya: apa relevansi status seorang anak dalam sebuah keluarga dengan sangkaan tindak pidana pacarnya?
Memang, di media sosial, terutama Twitter, soal status si cewek sudah lebih dini muncul. Lalu cuitan sebuah atau malah beberapa akun itu disambar beberapa media sebagai konten.
Saya tak mengulangi gaya pemberitaan itu dengan melampirkan tangkapan layar atas nama bukti, seperti dalam posting seputar iklan obat, pun tak menyebut laman web dengan tautan, karena Anda mudah menemukannya.
Seorang pekerja media pernah mengatakan kepada saya, “Kita nulis tuh buat dibaca orang. Itu bedanya berita dan catatan harian yang dikunci dari mata publik. Buat apa nulis berita tapi nggak ada yang baca? Lagian kalo berdasarkan fakta, apa itu salah?”
Oh.
Β¬ Gambar praolah: Unsplash
10 Comments
Kabar terbaru https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/02/17221741/ag-pacar-mario-ditetapkan-sebagai-pelaku-kasus-penganiayaan-d
Dalam posting saya nggak nyebut nama ceweknya itu kan?
Banyak media renteng “perlakukan tidak baik”, tanpa tanda jasa kutip untuk menunjukkan ucapan narasum, dan tak menjelaskan maksudnya istilah itu.
Ingat kasus awal Sambo? Banyaknya yang menutup “melecehka istri saya”.
Baru salam sidang, Sambil dan Putry menyebutkan “memperkaya”.
Saya merasa terlalu tua untuk memahami jurnalisme masa kini π
Mungkin justru karena jurnalismenya yang terlalu muda — mentah.
π
Untuk contoh judul berita itu, bagaimana bisa dibilang fakta kalau semua media hanya mencomot dari media sosial, antara lain Twitter, tanpa konfirmasi ke cewek tersebut atau keluarganya?
Tentang relevansinya, reporter dan editor tak menganggap penting, bagi mereka yang penting (merasa) memperoleh angle baru yang laku dijual di judul.
Yah begitulah.
Kadang saya prihatin thd media sekarang, tapi ya wis piyé manèh lah.
Nyatanya pembaca nggak protes kan?
Kadang sampai males untuk merespons, ya, Paman? Tapi ya masak kita biarkan.
π
Semoga nanti tidak ada premis anak tiri yang teraniaya π€π
Yah soal alam pikir dan stigma. Maka Kompas pun bisa terpeleset menamai tamsil lawas, kejam yang ibu tiri dst…