Seiring pertumbuhan mobil, urusan parkir itu merepotkan. Kalau kita yang salah, lalu ditegur, kenapa sewot?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Soal parkir yang mengganggu, kita sebagai korban maupun pelaku

Tentang memarkir sepeda motor maupun mobil yang merugikan orang lain, kita bisa menjadi koin: punya dua sisi.

Pada satu sisi, kita menjadi pihak yang pernah dirugikan, karena orang lain memarkir kendaraan tanpa permisi. Sisi lain, dalam kesempatan berbeda, kita sebagai pihak yang merugikan, memarkir kendaraan tanpa minta izin. Mana yang lebih sering, sebagai korban ataukah pelaku, Anda lebih tahu.

Selain tahu, Anda pasti juga punya alasan ketika menjadi pelaku. Misalnya, “Bukan saya yang nyetir apalagi markir.”

Atau bisa juga, “Lah, tadi sama yang jaga parkir disuruh di sini.” Dapat pula, “Saya kan tamu. Tadi nyonya rumah yang nyaranin parkir sini.”

Baiklah. Sebagai pelaku, apapun dalih kita, sebaiknya minta maaf kepada pihak yang kita rugikan, misalnya pintu gerbang rumahnya terhalang mobil kita. Kalau dia marah dan omong kasar ya kita terima, apa boleh buat kita harus tahu diri, karena kita yang salah. Kita kudu maklum, dia sudah lama kesal terhadap semua pemarkir, dan tak mau tahu bahwa kita baru kali itulah memarkir di sana. Kalau harus menyingkir pun apa boleh bikin.

Masalah parkir ini muncul seiring pertumbuhan pemilikan motor dan mobil, dan… kelembekan penegakan regulasi tata ruang dalam urusan peruntukan. Jika berbelanja ke toko, atau mengudap di warung, sebagian orang kadang tak peduli dalam memarkir kendaraan. Pihak toko dan warung juga ayem saja karena urusan parkir bukan masalah dia.

Di sekitar saya ada warung dan toko yang belum pernah kami kunjungi karena parkirnya sulit — kadang kami terpaksa memakir di lokasi yang jauh. Kalau saya pergi sendiri lebih leluasa, karena naik sepeda atau jalan kaki.

Soal parkir yang mengganggu, kita sebagai korban maupun pelaku

Saya menulis ini setelah membaca berita seorang pemilik rumah direpoti pembeli bakmi warung tetangga (¬ Detik). Nah, Lik Jun dari Solo pasti bisa bercerita urusan parkir warung selat bosnya dalam hubungannya dengan tetangga. Ada solusi di sana.

¬ Gambar praolah: Freepik

Salah Parkir

Parkir di tikungan

Parkir ngawur, masih marah pula

7 thoughts on “Soal parkir yang mengganggu, kita sebagai korban maupun pelaku

  1. Ada tiga tempat parkir kedai istri saya. Dua dalam gang kecil dekat kedai (terpisah, satu untuk mobil dan satu untuk motor, di pekarangan rumah dua tetangga, dikelola mereka), satu lainnya di pinggir jalan besar sekitar 20 meter dari kedai, tukang parkirnya beberapa tetangga).

    Faktor para tetangga, yang ikut menikmati rezeki dari keberadaan kedai, itulah yang meredam masalah yang mungkin bisa terjadi.

  2. Barusan lihat videonya. Waduh ya kalau masalah ini, jelas si ibu pemilik mobil yang salah ya. Kok gak malu ya sudah berbuat merugikan orang lain gitu.
    Ditegur malah marah balik. 😔.

    Mbok ya kalau memang suka banget sama makanan yang kedainya gak nyediain tempat parkir yang memadai, cari solusi lain gitu lho. Solusi yang gak merugikan orang lain. Pesen lewat Bapak GoFood kek, atau ke sana jalan kaki gitu.
    Selfish banget, demi lidah, bikin orang lain kecewa. 😔🙈

    1. Saya tadi mencoba sebuah warung. Istri saya yang pernah ke sana, kembali parkir di toko sebelah. Setelah turun segera minta izin. Saya yang menyusui juga minta izin. Kami pulang pun pamit.
      Misalnya saat mengudap lalu mobil yang datang duluan itu pulang, saya akan memindahkan mobil. 🙏

      Kalau misalnya toko hrs mengosongkan pelataran, kami pun akan patuh 🙏

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *