Sirih entah apa dan stoples plastik wadah penganan. Mereka sudah terenyahkan. Keluarga si hijau merambat kemarin sudah masuk karung bekas wadah media tanam, tiga jam lalu dibawa truk sampah. Adapun rombongan kemasan plastik, dari botol limun sampai wadah makanan, tadi pagi sudah dibawa pengumpul.
Semuanya tersingkir? Tidak. Masih ada setangkai berdaun tiga helai yang kami pertahankan dalam stoples yang batal kami buang. Biarlah mereka menjadi paket pemanis rumah supaya penghuninya merasa manis tanpa meringis dan semoga tak pernah menangis lantaran hati teriris.
Misalnya benar ini adalah sirih gading, rumpunnya tumbuh subur, tak pernah rewel, merambat membelit kiki pot tanaman lain, akhirnya mepet ke tiang teras, menggapai terakota, seolah berharap ornamen kadal akan menoleh lalu tungkainya menjemba ke bawah.
Taruh kata dia memang sirih gading (Epipremnum aureum), anggota talas-talasan ini semi-epifit, menumpang hidup pada tumbuhan lain namun bukan parasit. Nama Inggrisnya tak manis: devil’s ivy. Dalam dirinya terkandung kristal mikroskopis berbentuk jarum (¬ Missouri Poison Center).
Dalam kubus bilik kerja saya, saat masih berkantor di Jatibaru, Jakpus, saya punya tiga vas kaca untuk sirih ini. Dua untuk mengisi rak tabir pandang, menamani sejumlah karaf kaca rumah ikan cupang, satu lainnya dalam botol vodka di pojok meja, dekat lampu duduk berkaki panjang.
Suatu kali setelah libur panjang Lebaran, saya masuk kantor melihat lampu sudah terbelit daun merambat. Jika liburnya lebih lama mungkin iMac pun akan tertutup sulur dan daun.
Dari sisa laskar ini saya belajar banyak. Tanaman ini punya data tahan tinggi, tidak manja. Ketika keluarganya sudah mengganggu, jangan enyahkan semuanya sampai tuntas. Selalu ada sisa untuk melukai kehidupan baru, suasana baru, sampai kemudian mereka kembali mengganggu.