Tadi siang dengan panas membakar sekaligus menggerahkan, seturun dari angkot saya segara masuk ke sebuah toserba. Untuk ngadem. Berjalan pelan. Cuci mata.
Saat mengarah ke pintu keluar saya melewati bagian sepatu wanita, dan melihat sesuatu yang menarik. Ada botol plastik berisik air putih di belakang sepatu jualan.
Apakah itu minuman? Entah. Misalnya minumannya, milik siapa, pengunjung atau pramuniaga? Entah. Baiklah pertanyaan berikutnya bisa mengarah kepada asumsi dan tuduhan. Artinya saya bisa terpeleset berlalu zalim, tak adil, tanpa melakukan tabayun.
Maka marilah menyinggung hal lain: pramuniaga. Saya membayangkan mereka akan kecapaian berdiri lama, apalagi saat hamil. Lebih dari sekali saya memergoki pramuniaga jongkok sebentar di balik rak, temannya yang mengawasi situasi.
Terapi itu dahulu, sebelum kamera CCTV bertebaran. Adapun pengawas tanpa seragam, dengan tampilan seperti pembelanja, dalam dugaan saya lebih bertugas mengawasi pengutil barang dan pencopet.
Tentang pencopet, yang menyasar perempuan, biasanya juga berkelamin sama. Saat dipepet sesama jenis, perempuan tak sepeka atau tak serisi terhadap pria.
Adapun satpamwati toko yang tak berseragam, akan terlihat saat pintu toko mulai ditutup, dan pembelanja tinggal beberapa orang yang mengantre di kasir. Para satpamwati yang seperti pembelanja itu meriung dengan pramuniaga, kadang disertai tawa.
Satpamwati tanpa uniform pula yang biasanya pertama kali meringkus perempuan pencopet. Menggeledah terduga juga dilakukan satpamwati, bukan satpamwan.