Ketika saya berjalan kaki menuju mobil yang saya parkir di depan sebuah kebun, saya menengok ke kiri. Ada posyandu. Dindingnya dihiasi gambar dua jari. Serasa saya terlempar ke masa lalu: kampanye KB, dua anak cukup.
Namanya juga kampanye. Itu ajakan. Selanjutnya terserah setiap pasangan karena punya anak adalah hak asasi. Hal sama jika menyangkut pilihan untuk tidak punya anak.
Dua anak cukup. Tiga anak boleh. Empat anak atau lebih kalau sanggup membiayai ya silakan. Yang pasti biaya pendidikan terus naik. Itulah pos pengeluaran terberat.
Banyak anak banyak rezeki, terutama jika kelak setelah berusia produktif — tetapi di atas 18 tahun, bukan dihitung dari usia 15 tahun — anak-anak itu menyumbang banyak untuk produk domestik bruto dan produk nasional bruto.
Banyak anak banyak prajurit. Konstitusi dan UU di bawahnya mengatur bela negara. Ada pula wajib militer (wamil) dan komponen cadangan (komcad).
Negeri yang sedikit penduduknya saja punya stok orang untuk pertahanan, apalagi negeri berpenduduk banyak. Indonesia saat ini punya penduduk 280,74 juta jiwa — termasuk bayi dan lansia yang sakit. Tetapi jika bicara data, haruslah cermat. Penduduk Indonesia terus bertambah karena tak ada pertumbuhan nol, namun angka pertumbuhan terus menurun.
Memang sih untuk Singapura, sebagai negeri pulau, jumlah penduduk 5,8 juta jiwa itu mengisi kepadatan ruang 8.358 jiwa per km². Sedangkan kepadatan di Indonesia, secara umum, dengan mengabaikan kondisi geografis dan persebaran penduduk, adalah 151 jiwa per km².
Oh, katanya ada saja keluarga yang punya anak banyak supaya para penerus itu menjadi tentara, termasuk tenaga kesehatan, dapur, bengkel, dan teknologi informasi? Ah masa sih, semua anak dipersiapkan untuk berperang bahkan harus cepat menikah lalu berbanyak momongan.
¬ Gambar grafik: Worldometer
3 Comments
Yang pasti, Paman sendiri pelaku eh penganut dua anak cukup….
😇