Yohanes Anies, Yahya Anies

Urusan nama, apalagi pemberian setelah dewasa, bisa menjadi kontroversial. Yohanes dan Yahya itu sama.

▒ Lama baca 2 menit

Yohanes Anies, Yahya Anies

Soal penganugerahan nama Yohanes, oleh Pendeta Robert Nerotumilena, untuk Anies Baswedan, di Jayapura, Papua, masih ramai dibahas. Banjur piyé?

Ya, sumangga. Dibilang sensitif bisa, dibilang biasa saja pun bisa.

Sensitif karena menyangkut isu keagamaan yang dicampur politik akibat polarisasi Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, dan Pilpres 2019. Saya belum menemukan tanggapan Anies soal nama itu. Bisa saja dia kikuk, karena pemberian nama seperti tiba-tiba. Mungkin saja, kan?

Jika yang dimaksudkan Pak Pendeta adalah Yohanes Pembaptis, orang yang menjadi pembuka jalan Yesus Kristus, ya biar denominasi gereja pemberi nama yang menjelaskan.

Apakah Anies akan mempertahankan nama Yohanes, terutama dalam kampanye capres di luar konstituen Muslim, proses komunikasi politiklah yang akan menentukan.

Yohanes sering disebut sebagai nama baptis. Itu benar namun tak selamanya begitu. Maksud saya, jika menyangkut orang dewasa, nama baru disematkan setelah seseorang mengikuti katakese atau katekisasi, artinya pendidikan keimanan, kemudian setelah dibaptis, sebagai proses konversi iman, mendapatkan nama tambahan. Ada juga anak yang begitu lahir, belum dibaptis, sudah punya nama Kristen — maksud saya nama yang sesuai tradisi gereja, tak harus dari Alkitab.

Tentu tak sehitam putih itu. Ada banyak sekte dan aliran dalam agama Kristiani. Gereja Protestan ada yang mengenal baptis dewasa padahal si terbaptis lahir dari keluarga Kristen.

Sementara denominasi lain mengenal baptis anak, padahal si anak belum tahu apa-apa, karena membaptiskan anak adalah kewajiban orangtua, lalu setelah dewasa dia mengikuti sidi atau pengakuan percaya di depan pendeta dan jemaat.

Kembali ke soal Anies. Apakah nama itu sekadar nama hadiah, semacam pemberian gelar dalam masyarakat adat, atau malah semacam nama sebagai proses perengkuhan marga bagi seseorang di luar suku yang akan menikah dengan warga suatu suku? Biarlah Pak Pendeta yang menjelaskan.

Atau, nama itu semacam julukan saja? Saya mencoba melihat nama yang dianggap Kristen di luar kasus Anies. Ada masa dalam pergaulan urban masa lalu, seseorang mendapatkan nama Barat. Misalnya John.

John itu Yohanes, Yokanan, Yahya, Giovanni, dan seterusnya sesuai bahasa. Kalau Johan dalam bahasa Indonesia dan Melayu memang bisa berarti juara dan pahlawan. Ketika nama John menjadi nama alias dalam pergaulan, bisa saja itu tanpa alasan Alkitabiah. Jika menyenangkut Djaelani “John” Naro (1929—2000), politikus muslim berlatar Parmusi, Ketua Umum PPP (1978—1989), saya tak tahu duduk soalnya.

Saya punya teman sebaya, orang Sunda, yang ketika lahir akan diberi nama John Kennedy oleh ayahnya, tetapi kakeknya melarang karena itu nama Kristen. Akhirnya nama depan teman saya adalah Usep.

Lalu apakah nama Kristen pada seorang Muslim atau Muslimah bertaut dengan soal iman? Saya mengenal seorang perempuan Betawi Pondokgede, berjilbab, bernama Lena. Itu nama panggilan Magdalena. Dia sendiri tak tahu kenapa diberikan nama itu, selain, “Tau tuh, bapak saya yang kasih nama.”

Seorang lurah sepuh, yang rumahnya saya tempati tiga bulan semasa kuliah, berkisah dahulu semasa bersekolah di Kutoarjo, Jateng, dia mendapatkan nama Alexander. Menurutnya itu nama Belanda yang kemudian dia duga nama Kristen. Maka saya mengusulkan, kalau dia ingin mempertahankan nama itu, ganti saja menjadi Iskandar. Artinya sama.

Yah, serupa abad lalu saya mencoba alat baru untuk menduplikasi CD yang prosesnya hampir satu jam karena spesifikasi PC tak mengimbangi. Hasil kopian itu saya namai Boutros Jibril karena berisi kompilasi lagu Peter Gabriel.

Tetapi karena saya tak melakukan pembajakan CD, band Noah tak saya namai Nuh. Bisa saja bagi Musica Studio’s dan Ariel (yang ternyata dibaca “a-ril“, bukan “a-ri-yèl”), Noah punya makna berbeda.

Urusan nama memang bisa rumit.

¬ Gambar praolah: akun Facebook Anies Baswedan

Penyebutan nama: Gampang² susah dan susah² gampang

9 Comments

srinurillaf Sabtu 31 Desember 2022 ~ 07.43 Reply

Apalah arti sebuah nama, kata seorang bijak. Ehh tapi menurut saya, jelas penting dong ehehe.
Cuman memang agak kurang jelas batasan antara nama yang based agama dengan nama yang based bahasa. Tergantung melihatnya ya, kalau “John” bisa dianggap nama Christian, ataupun nama berbahasa Enggres.
Seperti juga kata “alhamdulillah” dan “haleluya”, artinya sama-sama memuji Tuhannya. Saya pribadi gak masalah memakai nama bahasa lain, ehehe.

srinurillaf Sabtu 31 Desember 2022 ~ 07.44 Reply

*alhamdulillah = bahasa Arabic.
Haleluya = bahasa Ibrani

Pemilik Blog Sabtu 31 Desember 2022 ~ 12.47 Reply

Puji Tuhan, praise the Lord.
Orang Kristen Timur Tengah juga pakai bahasa Arab 😇

https://twitter.com/anditoaja/status/1211604186464342017?t=xgrs685RN5KgZxv3ZCz-aw&s=19

Pemilik Blog Sabtu 31 Desember 2022 ~ 12.48 Reply

Lha yes to Mbak Uril 👍

junianto Jumat 30 Desember 2022 ~ 19.22 Reply

Kamus berjalan yang sering mengaku hanya pria suka iseng.😁

BTW tentang “John” Naro — yang namanya kerap disingkat J Naro — nyaris hilang dari memori saya, dan kini ketemu lagi.

Pemilik Blog Jumat 30 Desember 2022 ~ 19.50 Reply

Zaman sekarang gak ada kamus berjalan. Internet dalam ponsel menyediakan informasi.

Naro dulu ingin jadi presiden, tapi iklim di bawah Soeharto tak menenggang.

AMD 😁 Jumat 30 Desember 2022 ~ 18.27 Reply

Suka banget baca tulisan Mas Tyo, seru dan kaya dengan pembahasan yg mendalam. Bapak satu ini beneran kamus berjalan 👍

Pemilik Blog Jumat 30 Desember 2022 ~ 19.16 Reply

🙈Nggaklah, Jeng.
Jangan berlebihan 🙈

Tinggalkan Balasan