Jambu air jatuh tak jauh

Apakah seorang anak koruptor yang kedapatan mencuri adalah bukti bertuahnya tamsil buah jatuh? Oh, stigma!

▒ Lama baca < 1 menit

Jambu air jatuh tidak jauh dari pohon milik tetangga

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tentu. Dengan syarat tanah di sana rata, tidak menurun curam. Atau pohon tak berdiri di atas tebing sungai lalu dahan dan rantingnya menaungi air mengalir. Oh maaf, yang disebut jatuh itu titik jatuh buah, bukan titik henti gelindingan buah, bukan?

Pagi tadi saya lihat sebuah jambu air masih segar, utuh, tergeletak di atas jalan beton. Di atas buah, lebih tinggi dari mobil boks, memang merimbun daun pohon jambu air. Siang hari saat panas, pohon di depan rumah itu bisa menjadi peneduh bagi pejalan kaki.

Sebentar lagi setelah saya foto, jambu air itu mungkin sudah didorong oleh sapu lidi. Atau malah tergilas roda mobil. Saya merasa beruntung sempat mengabadikannya.

Beruntung? Apa manfaatnya bagi saya? Entahlah. Saya hanya menuruti impuls dan kesampaian, tanpa merugikan orang lain. Itu yang saya sebut beruntung. Layak saya syukuri sebagai pembuka pagi.

Apakah menjelang siang nanti mulai muncul masalah yang itu-itu lagi, atau malah datang sebentar lagi, ya harus saya hadapi. Selain perjalanan waktu, banyak hal berjalan di luar kendali kita.

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sebagai tamsil untuk hal baik dari orangtua, misalnya budi luhur dan bakat seni, boleh saja terucapkan. Tetapi untuk hal buruk, misalnya seorang anak yang lebih dari sekali kedapatan mencuri, padahal tumbuh dalam asuhan orang lain, karena ayahnya menjadi narapidana korupsi, layakkah kita sematkan tamsil itu?

2 Comments

junianto Selasa 20 Desember 2022 ~ 20.26 Reply

Versi lain, dalam Bahasa Jawa, kacang ora ninggal lanjaran.

Tinggalkan Balasan