Berita iptek perihal meteorit El Ali dari Somalia ini menarik (¬ Kompas.id), dan melemparkan saya ke khayalan maupun obrolan pada masa bocah. Dari rencana masing-masing dari kami kalau menemukan meteorit, misalnya membuat keris sakti atau pedang bertuah, sampai bagaimana mengamati meteor jatuh supaya ketika benda itu tinggal berupa batu, kamilah pihak pertama menemukan lalu memiliki.
Namanya juga anak. Tak berpikir ke pandai besi mana membikin senjata meteor, dari mana uangnya, lalu ketika membawa senjata di jalan apakah tak akan ditangkap polisi — atau malah dibegal preman.
Dahulu saya juga berpikir, sepanjang sejarah manusia ada di Bumi sudah berapa orang yang tertimpa meteorit? Ternyata tercatat pernah ada — itulah sejarah: tercatat, karena yang disebut era prasejarah itu belum mengenal aksara.
Menurut majalah Smithsonian, sejarah modern baru mencatat seorang yang kejatuhan meteorit. Foto korban ada dalam arsip majalah Life milik Time.
Namanya Ann Hodges (34), ketiban benda langit seberat empat kilogram, saat tidur siang di Sylacauga, Alabama, 30 November 1954 — berarti kemarin adalah ultah si batu tiban. Tak langsung kena sih. Batu itu setelah menerobos atap dan plafon kemudian mengenai radio, lalu memantul mengenai pahanya.
Setiap hari ada benda langit jatuh, namun sebelum sampai Bumi sebagian besar sudah habis terbakar di atmosfer. Menurut majalah Cosmos, rerata setiap hari Bumi kejatuhan meteorit tujuh belas kali. Sebagian besar jatuh di kawasan tak berpenduduk.
Sebetulnya saat malam tak berawan, dan tanpa pendar cahaya sekitar, kita kadang melihat meteor di angkasa, bukan? Berupa celeret benda bercahaya, bergerak ke bawah, hanya sekejap. Bersyukurlah jika pernah Anda mengalami masa gelap malam tetapi langit cerah, dan listrik belum merata, lagi pula lampu kendaraan belum banyak.