Garam di tengah daratan besar itu ada, bukan berupa laut maupun danau, melainkan sumur. Kompas melaporkannya dalam Tutur Visual, lokasinya di Desa Long Midang, Krayan, Nunukan, Kaltara.
Saya membayangkan ekonomi masa lalu berupa barter terbalik, warga pedalaman bukan menukar hasil hutan dengan garam dan lainnya melainkan garam dengan barang dari pantai. Saya teringat tulisan Siswono Yudo Husodo di Kompas antara akhir 1980-an sampai awal 1990- an, yang mengenang masa kecilnya di Kaltim, bahwa pedagang dari kota naik sampan ke pedalaman belantara membawa garam untuk berbarter dengan warga.
Begitu pentingnya garam sebagai rasa keempat dalam kehidupan — setelah manis, pahit, dan dan — sehingga muncul kiasan asam garam dalam kehidupan dan peribahasa garam di laut asam di gunung.
Bahkan Gudang Garam menjadi jenama rokok. Begitu pentingnya garam sebagai komoditas dalam industri pangan sehingga memerlukan gudang.
Legenda tentang garam di perigi ini bermula dari pengenalan warga terhadap mata air asin di tengah rimba.
Tentu ada penjelasan geologis mengapa ada garam di pedalaman Kaltara. Begitu pula terhadap ladang garam Bledug Kuwu, di Grobogan, Jateng (¬ Wikipedia Indonesia).
Omong-omong soal garam, Indonesia masih mengimpor. Menurut pemerintah, alasan dan kuotanya jelas (¬ siaran pers Kemenperin, 10/10/2022). Seperti biasa, jika menyangkut konsesi impor selalu ada celah korupsi (¬ Kemenperin, 2/11/2022). Presiden Jokowi sudah membuat Perpres agar 2024 Indonesia tak perlu mengimpor garam (¬CNN Indonesia, 10/11/2022).
2 Comments
Selamat siang paman,
Mungkin kita perlu impor garam terus menerus, karena meskipun Indonesia adalah negara kepulauan, tapi antar pulau tidak dibatasi lautan, hanya kolam susu…
Garam produksi rakyat belum bisa untuk memenuhi spesifikasi kebutuhan garam industri.
Luas lahan produksi garam masih terbatas karena tidak semua wilayah Indonesia sesuai untuk produksi garam.
Meskipun terletak di garis khatulistiwa, beberapa wilayah Indonesia sering diwarnai oleh awan/mendung.