Bukan soal pemilu sela atau pemilu paruh waktu di Amerika Serikat yang saya komentari. Tentang pemilu Amrik yang dua tahun sekali itu sila baca Kumparan. Saya lebih tertarik desain bilik suara dalam foto berita.
Bilik suara Amrik keren. Berkaki dan beroda. Enak dilihat dan fungsional. Namun saya membayangkan desain itu kurang cocok untuk Indonesia. Kenapa?
- Penambahan kaki menambah biaya, yang tadinya cukup kardus, bisa dilipat, lalu jadi menggembungkan biaya karena kaki lebih mahal daripada kardus
- Bilik berkaki merepotkan distribusi ke seluruh Indonesia, karena untuk kotak suara pun masih ada yang diangkut kuda dan motor trail setelah diangkut sampan di sungai dan perahu laut
- Bilik ala Amrik merepotkan penyimpanan, butuh anggaran tambahan untuk menyewa gudang yang lebih besar
- Cara pemilihan Indonesia dengan pencoblosan — bukan balloting — membutuhkan bantalan untuk kertas sehingga lebih cocok dengan meja, dari meja kelurahan, meja sewaan, hingga meja darurat dari kaso atau bahkan bambu
- Lalu setelah usai pemilihan, kaki bilik diapakan? Kalau dilelang bakal membuka peluang kongkalikong — memang sih penawaran bisa secara daring — tetapi kalau langsung dihapus dari buku akan jadi rebutan yang bisa saja mengundang perkelahian
Desain bilik Amrik hanya cocok untuk dalam ruang, dan kalaupun di luar ruang harus yang bersih kering tanpa angin kencang maupun serudukan kambing.