Senja temaram sehabis hujan saya tersadarkan satu hal: daun yang melayu, maksud saya menjadi layu, itu tampak indah. Cahaya lampu warm white teras dan luar rumah menjadikan dia agak kemerahan — padahal aslinya kuning. Di mata saya dia tampak indah.
Saya ingat percakapan tadi siang saat ditelepon teman perempuan yang sekian tahun tak saya dengarkan suaranya. Kami bertukar kabar. Saya menjawab pertanyaan dia perihal istri dan anak-anak.
Tentu saya tak menanyakan hal serupa karena dia tetap melajang. “Aku masih sehat, tapi wis mulai layu, Mas. Ora payu. Uban aku biarin. Hahahaha,” katanya saat saya menanya kesehatan.
Lalu, “Semuanya akan layu pada waktunya, tapi masih menyisakan keindahan kalau masih sehat. Ini soal mind, body, spirit….”
Nah mumpung masih sehat, nggak ada kesibukan kerja, kenapa kenapa tak menjalin hubungan khusus lagi? “Males. Kencan juga nggak pengin lagi. Bosen. Ada duda yang gigih, tapi aku males aja. Biar jadi jatah orang lain, yang masih butuh itu. Hahahaha….”
Oh, itu? Apa?
“Halah Mas pura-pura bodoh, pake nanya! Hahaha!”
3 Comments
Lha bagaimana dengan “ini”?
Saya juga ndak tahu maupun tempe
😂