Kadang geli juga saat membaca grafiti. Yang saya lihat hari ini, kata terakhir tertutup lapak ketupat sayur. Mungkin teks aslinya “remaja patah hati”. Kalau patah semangat rasanya tidak. Buktinya masih ada niat cari cat — mungkin dengan membeli — dan mencoreti tembok orang.
Kenapa tembok orang, tepatnya orang lain? Kalau pelaku masih menumpang orangtua tak mungkin ngebom rumah sendiri. Bisa dimarahi dan diminta menghapus lalu mengecat ulang.
Pengebom tembok ini kadang memang semprul sontoloyo. Kalau properti dia dicoreti grafiti atau mural tanpa izin pasti dia marah bahkan mengajak berkelahi.
Ya, mirip pemasang stiker sedot WC. Saat saya tanya via telepon apakah saya juga boleh menempelkan stiker apapun di rumahnya, jawabannya semacam, “Maunya Bapak apa? Saya ini cari makan!”
4 Comments
Dan yang protes via telepon akhirnya justru merasa terintimidasi….
Lha dia bisa mengidentifikasi rumah saya, dengan menanyakan pegawai rumah mana saja pada hari anu yang sisi dalam pintunya ditempeli stiker.
Repot kalau saya sedang tidak rumah lalu dia meneror anak istri saya. Kaca jendela pecah bisa diganti, tapi trauma itu lama sembuhnya.
Repot memang berurusan dengan orang ndembik seperti itu.
Yah begitulah