Membaca artikel tentang nama anak di The Conversation, saya langsung membayangkan seorang pensiun guru TK. Bu Guru di sebuah kota heterogen adalah salah satu saksi pergeseran nama anak Indonesia, apalagi jika latar belakang muridnya beragam, dari sisi etnis dan agama. Taruh kata Bu Guru pensiun pada 2020, mengajar sejak usia 24, dia menjadi saksi tren nama anak.
Tanpa data, mungkin Bu Guru dapat bercerita, pada awal masa mengajar tak semua murid muslim bernama Arab dan tak semua murid Kristen menggunakan nama Alkitabiah maupun nama gerejawi sejak lahir.
Soal nama yang berkaitan dengan kurun masa ini menarik. Sebelum ada data Dukcapil Kemendagri, lembar pengumuman hasil tes masuk PTN sejak zaman SKALU (1977) hingga SNMPTN 2022 adalah sekumpulan sampel nama anak Indonesia (¬ lihat: Penulisan Nama KTP).
Selain data mahasiswa baru PTN (dan tentu juga PTS), White Pages Telkom atau Buku Petunjuk Telepon Residensial di seluruh Jakarta Raya sejak tahun 1970-an hingga edisi terakhir bisa menjadi senarai sampel. Lebih enak membedahnya karena disusun secara abjadiah seperti kamus. Kenapa Jakarta Raya, yang tak hanya DKI? Saya berpengandaian inilah wilayah besar dengan keragaman tinggi.
¬ Lihat: Tren nama asing anak Jawa (¬ Jurnal Widyapara, Kemendikbud Ristek)
4 Comments
Jadi ingat kisah fiktif lama banget sekali. Dalam satu kisah serial Imung Detektif Cilik karya Mas Wendo di majalah HAI, sebuah buku telepon dari Telkom di sebuah kantor hilang.
Belakangan terungkap oleh Imung, pencurinya (atau peminjam tanpa izin yang membawa pulang) ternyata adalah seorang bapak muda yang memerlukan nama untuk bayinya, kemudian meniru satu nama dari buku telepon tersebut….
Kalo Dahlan Iskan selalu membanggakan cara beroleh Nomor telepon saat meliput kecelakaan kapal laut Tampomas: merobek halaman buku telepon umum lalu membawa robekan itu.
Merugikan orang lain kok bangga.
🙈
😂🙈🙉