Karena ditelepon dua kali, Kamso pun menyusul Kamsi, berjalan kaki, ke rumah tusuk sate yang sedang bikin acara makan siang dadakan. Ada tujuh ibu, seorang bapak senior, dan Mas Ustaz. Ketika Kamso sampai, mereka sudah usai bersantap ikan bakar dan lalap plus asinan sayur, sedang asyik membahas Kopda Muslimin yang buron, setelah diduga mendalangi upaya pembunuhan istrinya, di Semarang.
“Masyaallah! Tega bener. Hatinya busuk, banyak belatung,” Ibu Satu berujar.
“Udah empat kali nyoba bunuh, ada yang pake racun sama santet,” sahut Ibu Dua.
“Terus dia punya sambilan apa sih, bisa bayar empat pembunuh seratus dua puluh juta?” tanya Ibu Tiga.
“Lagian ngapain punya cewek sampe harus menghabisi istri? Cerai aja, lalu dia kawin lagi. Istrinya, Rina namanya, juga kalo mau bisa kawin lagi, umur masih tiga puluh empat, dapat laki waras. Apalagi anak ketiga masih empat bulan. Nggak usah sampe ngebunuh! Untung gagal. Puji Tuhan!” kata Ibu Empat.
“Saking nurutin cinta dan nafsunya, jadi goblok itu si kopda. Setelah ngerasa istri kayaknya nggak bakalan selamat, dia ajak selingkuhannya kabur, tapi cewek itu nggak mau! Udah sadis masih goblok pula!” celetuk Ibu Lima.
“Mas Kam,” Kamsi menyela, “kenapa ya ada laki-laki kalo lagi kasmaran dan nafsu sama selingkuhannya terus jadi bego, nggak mikir panjang?”
“Di sini ada tiga bapak, kenapa yang ditanya cuma aku?” jawab Kamso.
Maka semua ibu pun tertawa.
¬ Gambar praolah: Unsplash, Clipart-Library.com
4 Comments
Om Kamso, update info ya…
https://news.detik.com/berita/d-6203082/kopda-muslimin-dalang-penembakan-istri-ditemukan-tewas
Misalnya, sekali lagi misalnya, kalau krn bunuh diri kenapa gak pake pistol ya?
Seorang ibu, istri saya, tadi malam bertanya kepasa saya : kasus tentara di Semarang ini cepat terungkap, mengapa kasus polisi di Jakarta tidak?
Mungkin Om Kamso bisa menjawab pertanyaan itu, dan tidak mengopernya ke dua bapak yang lain.
Berat, beraaatttt, beraaaatttt