“Namanya juga pengacara, ada aja kilahnya ya, Mas?” Kamsi membuka percakapan usai makan malam.
“Soal apa sih, Jeng?”
Kamsi menyebut kasus pengacaranya keluarga Brigadir J yang disomasi pengacaranya Ahok. Sang pengacara penyebut Ahok ogah minta maaf karena tak melakukan pencemaran nama baik, dia cuma bertanya soal kapan Ahok dan Puput pacarannya. Setelah menceraikan Vero karena kehadiran pria lain, Ahok menikahi Puput yang sebelumnya menjadi ajudan Vero.
“Nah, pengacara keluarga Brigadir J bilang ibarat bertanya satu tambah satu itu berapa. Apa salahnya, kok dilaporin polisi,” kata Kamsi.
“Oh, Kamarudin Simanjuntak? Kenapa bawa Ahok ketika membahas dugaan perselingkuhan seseorang. Analogi itu nggak pas menurutku. Pertanyaan matematis dan pertanyaan soal kehidupan pribadi itu beda. Ada wilayah kepatutan. Kalo nanya 2022 dikurangi 1972 tanpa konteks masalah pribadi orang itu nggak soal. Tapi menanya usia seorang perempuan kelahiran tujuh puluhan, lajang pula, itu nggak sopan. Dari sisi etiket, bukan etika, nggak pada tempatnya.”
“Oh jadi bukan soal salah benar, tapi pantas dan nggak pantas, gitu ya. Tapi mestinya minta maaf kan, Mas? Taruh kata, di Barat yang permisif aja nggak sopan nanya perempuan kehidupan seksualnya, married maupun unmarried, apalagi di Indonesia nanya gituan ke perempuan lalang. Mestinya minta maaf dong, bukan karena salah-benar tapi karena bikin yang ditanya nggak nyaman.”
“Sebenarnya aneh kalo ada somasi minta maaf. Soalnya minta maaf itu kan niat hati, ketulusan. Aku nggak paham hukum, rasaku sih lebih sip kalo somasi atau apalah cuma minta sasaran meralat ucapannya. Artinya ucapan sebelumnya itu nggak pas, untuk nggak nyebut salah. Kalo yang bersangkutan minta maaf, itu bonus.”
“Atau gini aja Mas, pihak Ahok bilang sangat menyayangkan ucapan Kamarudin. Biar orang lain yang nimbang. Gimana?”
¬ Gambar praolah: Kompas.com, Antara