Usai menyerahkan titipan Pak RT, Min Codot menanya, “Itu kenapa PDIP bikin sekolah, ngumpulin kepala daerah, Pak? Buat pemilu 2024, kan?”
“Bukannya itu partainya Pak Min?” Kamso malah bertanya.
“Oooo itu dulu. Sekarang nggak. Dulu nggak ada sekolahnya, Pak!”
“Ya pasti ada bagian yang ndidik kader, namanya belum tentu sekolah. Setiap partai punya.”
“Itu cuman buat bos, para pimpinan ya, Pak?”
“Mestinya tuh di tingkat ranting juga ada.”
“Setelah lulus dapet piagam ya, Pak?”
“Mungkin.”
“Oh, jadi sekolah partai itu biasa ya, Pak. Kok tadi denger ada yang bilang itu bahaya? Hanya menghambat persatuan, dipecah belah sama politik aliran atau apa gitu.”
“Aliran sungai? Aliran dana?”
“Nggaklah. Jadi yang bahaya tuh sekolah politik yang gimana, Pak?”
“Bisa dilakukan partai, bisa bukan partai, tapi mewarnai sekolah resmi, sejak PAUD sampai sekolah mahasiswa, bukan ngajak orang supaya ninggalin Indonesia tapi gimana ngubah Indonesia hanya buat mereka. Lulusan pertama PAUD aneh udah pada kerja, nyebar, jadi apa aja.”
“Emang ada? Kenapa males hijrah ke luar negeri yang cocok sama selera mereka?”
¬ Gambar praolah: akun Instagram @sekjenpdiperjuangan
2 Comments
BTW mengapa Pak Min Codot tak lagi ikut PDI-P? Om Kamso tanyakan, dong, alasannya.
Mungkin seperti perokok, pindah dari merek X ke Y lalu Z