Bekerja di luar rumah tidak harus dalam ruang kerja bernama kantor. Dan selama dua tahun pandemi, definisi bekerja di luar kantor tidak harus di ruang terbuka.
Bekerja di luar rumah memberikan pengalaman bersosialisasi secara bertatap muka dengan segala dramanya, karena cekcok dalam perjumpaan fisik berbeda dari perang mulut di layar ponsel dan laptop maupun telepon.
Hal sama berlaku saat orang memuji penampilan sejawat, meskipun berupa kalimat pendek, “Kamu hari ini keren.”
Oh, berarti kemarin nggak? Bukan kemarin, tetapi dua tahun kemarin. Yesteryears…
¬ Gambar praolah: Shutterstock
7 Comments
Kapan itu bertemu kawan lama, antara lain berkisah adiknya, pria berkeluarga, sejak pandemi bekerja dari rumahnya di Sragen sedangkan kantornya di Jakarta. Tentu senang karena di Sragen dekat dengan anak-istri dan keluarga besar
Jika diwajibkan berkantor lagi di Jakarta, tentu harus ada penyesuaian baru setelah lebih dari dua tahun berada dalam zona nyaman di Jakarta….
Sori, ralat, zona nyaman di Sragen….
Yang paling enak itu bebas memutuskan kerja di rumah atau di kantor. Di kantor males pulang ke rumah ya nginep. Di rumah enggan berangkat krn sejumlah hal ya kerja di rumah. Sekian tahun saya menjalani itu. 😇
Jadi doktor (mondok di kantor). 😁
Enam tahun saya ngantor di Surabaya, jauh dari rumah di Solo, sekitar tiga tahun terakhir saya tidak jadi anak kos, malah jadi doktor karena kondisi memungkinkan meski tidurnya di tempat seperti ini 😬
https://juniantosetyadi.wordpress.com/2009/05/18/seperti-ruang-tunggu-ya-atau-peron/
Saya pernah. Tapi paling enak di meja panjang. Saking enaknya saya lebih dari sekali terguling dan jatuh. Setelah itu saya tidur di sofa.
Di kantor sebelumnya ya macem-macem, antara lain pake sleeping bag dan kasur gulung Dunlop, dibelikan kantor
masih sama Paman. praktis sejak pandemi belum beli kemeja kerja lagi.
Dan selama pandemi terasa bahwa baju, kaus, celana, bahkan alas kaki terlalu banyak 🙏🌺