Cancel culture, pertarungan wacana, dan waktu

Daya ingat manusia yang terbatas itu menjadi ajang kolektif perang isu. Tapi umumnya orang juga pemaaf.

▒ Lama baca < 1 menit

Wacana cancel culture: Gofar Hilman, Saipul Jamil, Prambors, Sari Roti, Tiki JNE, dan koruptor

“Oom Kam ngikutin kontroversi penyiar yang itu tuh lantas di-hire radio yang itu tuh?” tanya Kembang Kantil.

“Sepintas aja. Kamu mau omong soal cancel culture sama ostracism terhadap seorang radio personality dan that radio station, kan?” jawab Kamso.

Yup! Seratus buat Oom Kam!”

“Terus apa masalahnya, Kantil?”

“Efektif nggak, Oom?”

“Kamu liat aja, heboh di medsos udah reda. Ini soal pertarungan wacana juga. Ada bagusnya kalo kamu cari data program dia selama sebulan, jeblok nggak.”

“Oom membela dia?”

“Anti, nggak. Ngefans, nggak. Soal pelecehan seksual udah diklarifikasi si cewek, pake didampingi ortu segala, dan jadi kontroversi juga. Soal promiscuity dan casual sex nggak semua peduli, kan by consent? Di sisi lain, si penyiar itu kan sejak awal punya pendukung, banyak. Si radio ngitung tiga hal…”

“Apa tuh?”

“Pertama: selalu ada kesempatan bagi seseorang buat memperbaiki diri. Kedua: basis fans dia gede, sebagai brand kuat, namanya juga radio personality. Bisa aja fans dia di radio yang itu lebih muda dari fans lama, dengan minat yang beda soal social issues, gender issues, enviromental issues. Beda, dalam arti bukan nggak punya minat lho…”

“Yang ketiga, Oom?”

“Ingatan orang pendek. Minat terhadap suatu isyu juga temporer, apalagi setelah ada medsos tuh informasi deras tapi umumnya singkat.”

“Cuma itu?”

“Ada lagi sih. Time heals all wounds. Orang nggak mengucilkan koruptor setelah dia bebas. Orang tetep nonton acara TV yang dulu bikin selebrasi waktu seleb bekas napi kejahatan seksual ke anak keluar dari penjara. Itu semua menyangkut pertarungan wacana.”

“Nggak ah, Oom!”

“Kamu masih suka roti yang dulu cuma diboikot singkat gara-gara gerobaknya ada dalam demo gede di Monas dan ternyata nggak ndukung demo?”

“Roti apaan tuh?”

“Kamu pasti masih sering terima paket dari kurir perusahaan logistik yang pernah dua kali diancam boikot karena isu SARA…”

“Emang pernah ada?”

¬ Gambar praolah: Shutterstock

2 Comments

junianto Selasa 24 Mei 2022 ~ 21.47 Reply

Kasus tuduhan dugaan pelecehan seksual sudah selesai lama (penuduh mengaku cuma gawe-gawe) tapi kini tertuduh, sang penyiar radio, tetap didorong netizen alami pengenyahan dan pengucilan. Ndembik juga.

Kayaknya rekam jejak sang penyiar, antara lain mengaku ketagihan seks, pernah meniduri 100 cewek hingga saat berusia 20 tahun, dan punya 25 folder rekaman kegiatan seksual dirinya, ikut jadi faktor yang ditekankan para pembencinya.

Pemilik Blog Selasa 24 Mei 2022 ~ 22.00 Reply

Ya akhirnya tetap pertarungan wacana, tetapi saya tak menoleransi kejahatan seksual

Tinggalkan Balasan