Malam itu, di atas pukul sepuluh, mobil merambat karena banyak mikrolet ngetem dan mobil parkir di pinggir jalan. Dari dalam mobil saya dan istri serta dua putri kami yang masih SD melihat seorang perempuan segera turun dari ojek, dan langsung menggampari seorang pria.
Kami tahu penyebabnya, ketika sepeda motor berhenti, dan perempuan itu masih di atas jok, seorang pria mencolek pantatnya.
Malam ini, dua jam lalu, saat membahas kasus kekerasan seksual di sebuah NGO di Jakarta (¬ Lihat: Project Multatuli), bersama putri sulung saya, tentu kini sudah dewasa, kami pun teringat peristiwa di pusat hiburan malam di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, sekitar dua puluh tahun silam.
Saya pernah agak akrab dengan kawasan itu karena pernah dua kali berkantor di dekatnya dan sering keluyuran, kadang keluar masuk lorong berparit busuk dengan banyak neon box dan neon sign. Saya hafal beberapa PSK yang berdiri di pinggir jalan dari malam sampai dini hari menjelang subuh. Saya juga paham, jika ada pertandingan sepak bola penting, pengunjung tempat hiburan berkurang sehingga perempuan yang menghambur ke pinggir jalan pun bertambah.
Adapun freelancer tempat hiburan biasanya datang di atas pukul sepuluh malam. Ada yang naik mikrolet, taksi, maupun ojek. Apakah perempuan yang dicolek tadi pencari nafkah di beberapa karaoke dan diskotek yang ada di lorong? Saya tidak tahu, lagi pula tidak penting. Tetapi apakah dia pekerja panti pijat, sangat mungkin bukan karena panti pijat tutup lebih awal.
Dalam bahasa yang bisa dipahami si sulung, karena serapan informasi dia cukup banyak untuk usianya, sehingga dia sudah sedikit tahu tentang bisnis prostitusi, saya menjelaskan dua hal.
Pertama: siapapun dan di manapun setiap orang dilarang melakukan pelecehan seksual dan yang lebih jauh.
Kedua: taruh kata ada seorang perempuan entah siapa menjadi PSK, tak berarti setiap lelaki boleh melakukan apa saja terhadapnya. Sebagai suatu kegiatan berbayar, si pembayar bisa melakukan apapun atas dasar kesepakatan dengan penyedia jasa.
Tentu kalimat saya tak seperti barusan, tetapi intinya begitu.
Putri saya masih ingat peristiwa itu.
¬ Gambar praolah: Shutterstock