Pagi-pagi Kamsi sudah membuka obrolan pahit, “Belum resmi, tapi Bongbong Marcos menang Pilpres Filipina. Kok bisa sih, Kam?”
Kamso menyeruput kopi tubruk, “Demokrasi memang sering nggak memuaskan bahkan bagi pecinta demokrasi, Ndhuk.”
“Jadi, orang-orang busuk selalu bisa memanfaatkan demokrasi ya?”
“Lha kan salahnya yang milih?”
“Kenapa mereka mau milih Bongbong?”
“Soal komunikasi dalam pertarungan wacana. Generasi milenial dan Z nggak ngalami Marcos, kayak di Indonesia itu, Kaharuddin BEM SI bisa bilang zaman Harto ada kebebasan dan kesejahteraan. Maka pendukung Cendana bisa pede kalau dalam pemilu banyak pemilih baru, menggenapi Soehartois lawas…”
“Komunikasi Bongbong hebat dong?”
“Via medsos. Dia cuci reputasi keluarga, ogah kesalahan ortu ditimpakan ke dia, bicara persatuan, lebih penting lihat kerja dia entar, pake kilah kalo keluarganya menjarah duit negara, kenapa dulu nggak dihukum? Lha piyé, wong Marcos dan Imelda kabur. Harto nggak kabur, cuma selalu mangkir sidang, tapi waktu nggugat Time ingatannya genap.”
“Oh, cuci nama. Mestinya buka laundry ya, selain money laundering kiloan?”
“Cuci nama itu penting. Liat aja siapa yang sekarang rajin cuci nama dalam pertempuran wacana menuju Pilpres 2024. Kalo banyak yang suka sama dia berarti ajakan markibong nggak laku. Itulah ciri negara lembek dengan amnesia nasional. Buat apa kebebasan kalo perut lapar dan terus bertengkar. Bagi fans, masa lalu udah tamat, jangan liat kaca spion, sudah saatnya bersatu dengan memaafkan penjahat, daripada dia kembali arisan sama semua penjahat.”
“Pahit, melebihi kopinya Mas Kam.”
¬ Gambar praolah: Shutterstock, Time
2 Comments
Dan Kompas.com pun pakai atribut kejam untuk keluarga Marcos.
http://www.kompas.com/global/read/2022/05/10/103000370/kembalinya-dinasti-marcos-yang-kejam-ke-pucuk-kekuasaan-filipina
Dulu saat Aquino dihabisi, banyak headline koran dunia mengundang geram. Ada yang teksnya besar: “barbaric!” Saat itu rezim Marcos superterlalu brutal