KONTROVERSIAL | Dunia kedokteran, sebagai ilmu dan praktik, punya pakem sendiri. Njelimet, ketat. Jika menyangkut pemecatan oleh IDI terhadap Dokter Terawan Agus Putranto, bagi awam persoalan terasa aneh.
Dari sisi ilmu kedokteran modern, “terapi cuci otak” belum dapat diterima secara ilmiah oleh korpsnya. Di sisi lain, dari mata khalayak, bukti empiris menunjukkan banyak pasien terselamatkan oleh terapi ala Terawan.
Dari sisi IDI, keraguan ilmiah kedokteran tak pernah mendapatkan penjelasan resmi organisatoris dari Terawan yang selalu mangkir sidang majelis etik. Rekomendasi pemecatan sudah terbit 2018, dalam kepengurusan lama IDI. Lalu ketua IDI 2022- 2025 menuntaskannya. Oh, jadi ini cuma persoalan konflik seorang dokter dengan organisasi profesinya?
Tak sesederhana itu. Juga bukan sekadar perseteruan seorang dokter dukungan publik melawan para sejawat. IDI adalah wadah tunggal yang diakui UU, sama seperti PDGI. Salah satu fungsinya memberikan perlindungan kepada pasien. Bisa menjadi masalah ketika IDI harus melindungi pasien yang diterapi dengan metode yang belum mereka akui.
Di luar soal kalau bukan lagi anggota IDI Terawan tidak bisa berpraktik dokter, ada hal menarik. Sebagaimana musuh IDI, Terawan diangkat jadi Menkes sampai 2020 oleh Jokowi pada 2019. Bikin kikuk. Memang IDI bukan bawahan Menkes, tapi anggota yang sedang bermasalah ternyata menjadi wakil negara mengurusi kesehatan bangsa yang melibatkan para dokter.
Secara khusus, posisi Letjen (Purn.) Terawan juga unik. Dia sebelum menjadi menteri adalah Kepala RDPAD merangkap Ketua Tim Dokter Kepresidenan sejak 2009 sebelum era Jokowi. Dukungan lingkar kekuasaan untuknya kuat, apalagi yang jadi pasiennya, ditambah terapi khas Terawan.
Itu belum selesai, karena ada juga babak vaksin Nusantara yang tak direkomendasikan BPOM untuk vaksinasi massal karena BPOM tak mengurusi vaksinasi individual yang ternyata diadopsi para politikus.
Banyak faset problematik dalam kasus Terawan.
¬ Gambar praolah: Jawapos, Shutterstock
2 Comments
Meski dukungan dari lingkar kekuasaan gede, kok Terawan tetap kalah melawan IDI ya? Karena dukungan untuk IDI tak kalah gede?
IDI lembaga independen, tapi dalam kasus Terawan jadi kuat posisinya setelah Pak Dokter bukan menteri dan status vaksin Nusantara jelas. Lha mau banyak dukungan, kalo gak bisa praktik gimana?
Oh jadi ingat kasus Dokter Gunawan Simon yang dulu mengobati Adam Malik Batubara.