Saya selalu penasaran, apakah dalam hati kecil para pelaku pemalsuan merek itu mereka sadar telah mendompleng merek lain yang lebih dulu ada?
Dulu banget, pihak pemalsu merek global di Indonesia berlindung di balik hukum siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek.
Artinya, saat memakai merek orang lain mereka tahu itu tidak etis tapi mencari selamat dengan menggunakan dalih hukum.
Mungkin saya naif. Tapi saya membayangkan jadi hakim dan penggugat lalu menanya pemalsu, “Kalo situ punya merek laris lalu saya pake boleh nggak?”
Kalau dia tak punya merek sendiri, mungkin berani menjawab, “Silakan aja. Ndak masalah.”