Alam memang ajaib, banyak keanehan bagi yang tak paham — termasuk oleh saya. Karena alam semesta ini aneh, maka di dalamnya juga ada keanehan manusia. Semua orang, tanpa statistik, menyukai kupu-kupu. Tapi banyak orang, entah berapa persen, tak menyukai tahap prakupu, yaitu ulat.
Pagi ini saya memotongi tangkai daun, tentu berikut daunnya, yang berlubang karena dikerikiti ulat. Orang Jawa menyebut ulat itu uler, tapi bisa menimbulkan salah tafsir bagi para orang lain karena disangka ular. Saya memanen delapan tangkai daun berbeda jenis, entah apa, karena si pemilik tanaman takut ulat — dan seperti suaminya, dia juga takut ular.
Saya tak tahu ini ulat apa. Saya cari dengan Google Lens, ini diduga Hippotion celerio, atau ulat hijau daun, banyak beredar di Asia Tenggara. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementan, ulat ini termasuk hama bagi porang (Amorphophallus muelleri). Bagi saya, di alam liar selama ekosistemnya seimbang tak ada yang disebut hama.
Ketika si ulat menjadi kupu-kupu, dia tak menakutkan. Seperti seorang pria yang yakin akan dirinya, “Setelah aku jadi suamimu nggak akan pernah semenakutkan yang kamu bayangin.”
¬ Gambar kupu-kupu Hippotion celerio: Wikimedia Commons (CC BY 3.0)
4 Comments
“Setelah aku jadi suamimu nggak akan pernah sendembik yang kau bayangin.” 💓
Pasti itu piyantun ndembik
Piyantun ndembik tur pede abis.
Angèl tur larang iki